11 Jul 2011

Batak (bagian I)

Lahir dan besar dari ras Batak adalah yang paling tidak bisa aku ingkari. Walaupun bapak tidak 100% Batak, orang tetap akan mengenal bapak sebagai orang Batak sejati. Kalau mama sudah jelas 100% keturunan dari bangso Batak. Banyak hal yang membuat aku agak alergi dan malu jika disebut orang Batak. Tapi 1 hal yang paling lekat dalam bayanganku adalah ‘keras mengarah ke kasar’.

Setelah menikah, pengalaman dengan orang batak semakin dan semakin mengerikan. Meskipun aku tidak pernah punya perasaan bangga menjadi orang Batak, tapi kapan saja dan dimana saja jika mendapat kenalan orang Batak aku selalu senang. Mungkin ini yang disebut mangkuling do mudar i... mungkin lho. 

Makanya ketika berumah tangga aku sangat senang dengan Opung Hutagalung yang gaek tapi licah. Jadilah dia tempat curhatan segala isi hatiku. Walau punya gaya bicara yang kasar dan srampangan, aku selalu menanggapinya sebagai gaya khas orang Batak. 

Tapi kemudian malapetaka datang, dan inilah awal perang panjang ku dengan orang Batak.

Hari itu putiku berulang tahun ke-1, walau sangat sederhana aku bahagia bisa membagi-bagikan nasi kuning kepada para tetangga dekat. Karena aku menganggap Opung Martha (nama boru panggoaranya) ini sebagai keluarga, entah kenapa aku berfikir, “kok ya gak pantas diantar sepiring aja kerumahnya”. Maka 2 kali kupanggil si Opung untuk masuk kerumah dan makan bersama kami, dan semua ajakan ku ditolak. Dengan polos (apa bodoh) aku berfikir “mungkin dia sudah makan, ya sudahlah”. Selesai lah acara nasi kuning ini.

Kontrakan kami terdiri dari 6 pintu dan 2 kamar mandi. Tapi 1 kamar mandi secara khusus disewa oleh si Opung, dan biasanya tidak jarang aku ‘menumpang’ kalau lagi antri.
Pagi itu aku bangun seperti biasa, tanpa satu firasat apapun. Belum lagi jauh melangkah jelas sekali aku mendengar caci-maki yang mengelegar dari arah belakang. Begitu mudah kukenali, ini suara si Opung. Ada apa gerangan, dengan siapa Opung beramtam?? pikirku.
“Memang anj**, ba**, bangs**, gak tahu diri, bla bla bla…”
“Nih ba** engga tau diri, dasar %^&*()@#!!!”, semprotnya mendadak waktu aku mendekatinya. Lalu keluarlah semua curhatan-curhatan yang pernah aku ceritakan padanya untuk mempermalukan aku. Pagi hari, jam 7 masih jauh lagi.

Lama baru aku kemudian sadar. Opung mengamuk karena aku tidak mengantarkan sepiring nasi kerumahnya. Dengan cepat ku gapai tangannya untuk minta maaf, ditepisnya dengan  kasar dan terus memaki sambil berteriak... Menciptakan tontonan heboh bagi semua tetangga di pagi hari. Ku kejar ke rumahnya, pun balasannya sama ‘makian dan teriakan’.  Semua usahaku ditolak, ditolak!! Itu baru episode pembukaan.

Dimulailah awal hari-hari yang mendebarkan bagiku. Dia akan selalu ada dimana aku berada, hanya untuk sekedar membuat keributan dan mempermalukan aku. Bagian paling aku kesal adalah kamar mandi. Karena, dengan gayaku yang keranjingan dengan kebersihan, aku banyak beraktifitas dengan air.  

Karena kalau kran kamar mandi dia dibuka, kran kami akan mati semua, dikarenakan posisi dia lebih rendah. Jam mencuci pagi jadi neraka pagi. Si nenek Batak ini akan biarkan semua orang beraktifitas, tapi pas giliranku dia akan membuka kran sekedar untuk menyusahkanku. Begitu jam siang, sore bahkan sampai jam malam… Lebih dari 3 tahun aku berkucing-kucing ria dengan nenek gila itu. Semua waktu sudah ku coba sesuaikan. Tapi NOL BESAR!!!

Mulanya aku cukup tau diri dengan kesalahanku dan mencoba mengalah. Berharap si Batak Gila itu akan me-waras. Tapi semakin lama kegilaannya semakin menjadi. Dia akan sengaja menyiram air waktu aku lewat, sekedar menciptakan percikan besar yang menganggu. Membuka kran, menutup jalan ke kamar mandi dengan bak besarnya. Dan lain-lain.

Dia melarang semua orang untuk menggendong anakku, memberi cabe kemulut anakku, (karena anak ku termasuk kesukaan semua orang, jadi hampir sepanjang hari dia banyak diajak anak-anak lainya bermain). Lalu, sekedar berkoar-koar tidak karuan ketika lewat depan rumahku, menuduh apa saja, memprovokasi dan banyak hal jahat dan bodoh lainnya… Hal-hal yang pada akhirnya memancingku untuk membalas. 

5 tahun lamanya, sampai kemudian aku pindah aku berseteru gara-gara sepiring nasi kuning dengan seorang nenek gila. Perempuan, orang batak tua yang usianya waktu itu sudah 60 tahun.

Adalah orang batak baru kenalan kami. Dikenalkan oleh seorang pendeta yang juga dikenalkan oleh teman lain yang Jawa. Karena dia pikir "sama-sama batak, semarga pula". 

Semua mulanya biasa saja… tapi lama kelamaan aku muak dengan gaya bicaranya yang luar biasa sombong. Isinya pun biasa saja baik rumah, pakaian, style-nya... Semuanya tak ada yang terlihat 'hebat'. Tapi elat, late dan teal nya makin jadi, dan makin nampak, amat sangat sekali. Aduh,,, aku yang tidak terbiasa bergaul dengan bualan kelas awan mulai menghindari, lama-lama menjauhi dan kemudian memilih tidak mau bersama lagi. 

Lama-kelamaan berkolaborasi-lah orang baru ini dengan nenek lampir, si Opung Marta Hutagalung. Ini bukan ejekan aku, memang satu kampong kami memanggilnya demikian. Ini bukan tanpa alasan, karena posturnya yang sudah sangat peyot  tapi galak-nya ½ mati.

Ketika akhirnya sadar sama-sama sudah saling tidak menyukai. Gayanya si orang baru pun sama, memprovokasi, menyindir, menganggu dan meracau setiap berpapasan. Dengan 'menggunakan' cerita-cerita yang pernah kami sharing-kan untuk menjatukan dan mempermalukan.

Atau ada batak satu lagi, yang rumahnya agak-agak dibelakang sana. Kyaaaa… siang, malam, pagi, suami istri ini (sering banget) kejar-kejaran berkelahi. Suaminya bandit, sekampung kami juga tau kebiasaan ini. Bahkan pernah seorang PSK mengejarnya sampai masuk kampong kami. Akupun sempat mengalami diintip waktu  mandi... jijayy. *tragedi kamar mandi umum di kontakan petak padat penduduk.

Adalagi kisah Batak yang lain. 1 orang anak lelakinya dikawinkan hansip karena ketangkap mojok dengan janda beda iman dikampung tetangga. Bukannya aku sok tau, tapi memang gosipnya cepat menyebar diperkampungan semi kumuh kami. 1 anak lelaki lainnya, nyaris dikeroyok massa karena menggauli seorang pembantu bodoh (pembantu ini memang rada-rada idiot beneran). Dan 1 anaknya yang lain, kalau tidak keburu diungsikan akan dibakar massa juga, karena mendadak berteriak-teriak ditengah kampung kami “percayalah kepada Tuhan Yesus”… 

Kenapa aku me-list ini juga?? Karena 2 lelaki ini sempat mejadi fans-ku (jiaaaa, hahaha..). Dan kakak perempuannya, yang dulu adalah kawan baik-ku tapi belakangan menjadi musuh (entah apa alasan-nya memusuhi kami dan terus-terus menyindir,, aku tidak pernah paham. karena waktu itu aku pendatang di kampung ini), sempat ada feeling dengan suamiku. look weird?? Hmmm.. jadilah mereka salah satu kelompok ‘tersembunyi’ yang sering memperolok-olok kami.

Dan Batak-batak lain yang kukenal yang ‘kebiasaanya’ bikin aku illfeel jadi orang batak.

Apakah mereka semua memusuhi aku? Tidaklah, bukan begitu adanya. Yang ada ialah si A tidak akur dengan B, si D dengan A, si C dengan B, dst... Nyaris setiap Batak dikampung kami punya 1 musuh batak lainnya. Begitulah kurang lebihnya. Lalu kalimat apa yang tepat aku sematkan? Memalukan!!

Oh ya... si Ibu Manager yang pernah aku tulis di blog bulan April (judul: Ibu Manager). Yang mendadak mengamuk tanpa hujan tanpa badai, namanya adalah Ruthnawati Br. Sagala. What a wonderfull word , bukan world-nya saja yang hebat khan… 

So please understand,,, kalau dalam banyak hal aku agak-agak 'gerah' dengan orang Batak. Karena aku bukanya yang banyak berinteraksi dengan suku-ku ini. Tapi kok banyak sekali ‘kepentok’nya. So wajar dunk merasa sial.. pokonya entah kenapa  kebanyakan masalahku... ya dengan suku-ku ‘tercinta’ ini.

So please please, jangan marah, jangan anggap ini memburukan. Ini hanyalah subjective ku sampai pada suatu masa…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar