“Mba, kayanya elo jarang sakit yach,” sebuah
kalimat lama ini mendadak jadi signal baru
dikepala saya. Kalimat ini dulu kala diucapkan oleh seorang teman—yang waktu
itu masih gadis, tidak pula pekerja keras (apa hubunganya coba, hehehe)—tapi
sering banget sakit. Memang sih sekedar sakit-sakit flue dan pusing, tapi menururut saya ini cukup mengganggu skejul
saya juga.
Menganggu, maksudnya apa ya?? Ya kalau dia sakit,
karena waktu itu dia adalah salah satu teman baik saya berbagi juga bertengkar—saya
tidak pernah berdebat dengan dia, karena dia tidak sepandai saya berbicara. Tapi
dia jago menyudutkan dan ‘memaksa’ orang untuk bercerita... maka sering
akhirnya saya ‘terpaksa’ bercerita sambil marah-marah karena merasa kalah dengan
desakanya, hihihi—maka jika dia absen, bisa-bisa seharian dikantor saya hanya serius bekerja.
Gak penting sih kelihatanya, tapi sebagai seorang story teller (bahasa halus untuk whisper blower alias biang gossip, hahaha) ini lumayan membuat
mulut saya berbau untuk beberapa jam. Kebanyakan mingkem, :p.
Saya sering memarahi dia, karena hampir 2 atau 3
bulan sekali dia pasti mengambil cuti sakit. Mulai dari batuk, pilek, flue, sakit kepala dan penyakit ‘ringan’
lainnya. Biasanya dia memang kesal dengan komplen saya dan membalas, “Ih mba
loe mah aneh, siapa juga yang mau sakit”.
Betul, otak waras saya juga setuju dengan kalimat itu. Tapi menurut
saya lagi nih, ada obat diatas obat, ada ‘non obat’ sebagai penyangkal penyakit
‘ringan’ yang sering diabaikan orang. Misalnya makanan, jangan stress dan
jangan banyak ngelayap. Nah biasanya saya akan lanjut mengkotbahi-nya dengan dalil
saya ini. Mesti ada yang dilalaikan, cerocos saya.
Soal sakit ini, dia hampir tidak pernah membantah
saya. Dia mengakui kalau saya memang termasuk yang jarang sakit. Tanpa
bermaksud mendahului kuasa Tuhan Yang Maha Esa, untuk ukuran bekerja selama 5
tahun lebih, rasa-rasanya saya bisa menghitung dengan jari tangan kanan saja
berapa kali saya pernah cuti karena sakit.
Biasanya saya mengambil cuti lebih karena alasan lain, seperti
mengantar suami ke dokter, mengantar mama menjenguk saudara, iseng-iseng shoping ke blok M atau sekedar ada acara
keluarga/gereja. Intinya saya hanya pernah 2x1 hari benar-benar mengambil cuti
karena sakit. Selebihnya lebih ke ‘mencuri’ cuti haid untuk urusan Pribadi.
Saya juga tidak hoby bohong pakai alasan sakit. Takut banget kualat.
Alasan saya merasa selalu sehat adalah, yang pasti
dan pertama adalah, kebiasaan saya melahap semua jenis makanan. Kata mama saya,
yang tidak suka makan—karena perokok dan pengopi berat—makanan apalagi nasi
adalah obat pertama kalau sakit, makanya beliau termasuk yang jarang makan tapi
kalau sudah sakit beliau akan ‘memaksa’ diri untuk makan teratur.
Kesibukan dikantor—sebagai
assistant alias pembantu beberapa
orang sales dan marketing— dan senangnya sekaligus susahnya, saya adalah tuan
rumah di departemen ini, baik dari urusan ISO, form/surat/amplop/alamat, prosedural dan tetek bengek admin lainya.
Ini mengharuskan saya harus sering-sering stand
by dikantor demi customer
satisfaction. Ceile, prikitew, hahaha. Dunia bekerja selalu meyenangkan kah??
Tidak juga (see my another previous blog
), gaji juga jauh dari kata cukup. Tapi memang tanggung jawab sepertinya ‘membuat’
saya terpaksa harus jarang sakit. Apa siyy??? :p
Kurang dari 6 bulan sejak bekerja diperusahaan ‘baru’
saya. Dengan kondisi pekerjaan yang jauh lebih baik, banyak teman—lebih banyak
dari yang terdahulu—, privilege-nya lumayan
lebih lumayan daripada lumanyun dulu, angkutan juga tidak sulit, makan pun ada
pilihan, pekerjaanpun hanya 1 macam (beda dengan perusahaan terdahulu, dimana
saya biasa multi tasking). Kebetulan
juga bos disini ‘melarang’ saya melakukan tasking-tasking
lain yang tidak berhubungan dengan admin ini.
Waw, bagi orang-orang yang suka kenyamanan, mungkin
ini adalah pekerjaan impian semua orang. Hanya focus pada 1 path, wah wah wah… ini bakal menyenangkan,
saya akan explore semua ilmu ke’admin’an
yang saya bisa dengan lebih gigih. Batin saya waktu itu.
2 minggu pertama. Saya diare berat, setiap habis
minur air kantor saya pasti ke toilet. Meeting
dengan toto keramik, hehehe. Okelah, lama-lama saya mulai bisa beradaptasi
dengan si air minum ini, yang beda merk dengan
air mineral yang biasa saya konsumsi. Matter
of adjustment nampaknya.
Tidak sampai beberapa bulan, kapala saya sering
pening. Ini tidak biasa saya alami dulunya. Hidung bisa meler sampai
berminggu-minggu, tenggorokan cepat sekali panas dan meradang. Opss, ini menyebalkan
sekali. And then, setelah seharian
saya memaksa untuk bekerja, padahal badan sudah terasa sudah sangat ngilu dan
kepala rasa berputar sejak kemarin-kemarin. Siang itu saya ijin cuti setengah
hari.
Sepulang dari dokter dan seperti yang sudah saya
duga sebelumnya, (dari banyaknya baca-baca dan buka internet) kata dokter
tanda-tandanya jelas: vertigo. Iam
vertigo now, Mawar got Vertigo.
Dan sejak di-duga vertigo itu, hampir setiap bulan
kepala saya membawa saya untuk menikmati perputaran dunia dengan cepat dan serangan
kelebat yang memaksa tenggorokan saya untuk memuntahkan isinya. And now, untuk kesekian kalinya lagi. Saya
menolak ajakan serangan jaring laba-laba itu untuk beristirahat.
Memaksa diri untuk bangun dan beraktifitas seperti
biasa. Dan setiap kali serangan itu datang, ia menarik mata saya untuk
terpejam, dan reflek menekan telapak tangan dikepala. Kemudian kata-kata teman
saya beberapa tahun yang lalu seperti sebuah radio usang yang berusaha menghibur saya.
“Mba, kayanya elo jarang banget sakit ya?”. Yes I am darling, :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar