Sesungguhnya lagu dangdut begitu melekat dihati
saya. Hmm, sedikit sombong yah… walaupun muka saya agak-agak kebule-bulean lho
(karena rajin ngecat rambut maksudnya), hahaha. Tapi, sesungguhnya musik dangdut
itu memang sangat dekat dengan kehidupan saya.
Pertama transmigrasi ke Jakarta, kami bertetangga
dengan para mas-mas penjual mie ayam dan soto mie. Tanpa ada niat untuk
mengecilkan golongan penikmat musik dangdut ini, ehem ehem *goyo ne rek. Mereka memang benar-benar
pendengar setia musik dangdut lho.
Kebetulan, mama saya orang yang bertoleransi
tingkat dewa, kalau sama orang lain. Jadi walaupun tetangga biasa menyetel lagu
sekeras-kerasnya mama tidak pernah komplen, apalagi membalas memasang lagu pop
dan Batak kesukaanya dengan rese. Sama sekali tidak!. Padahal posisi rumah kami saling menempel
dengan tembok setengan bilik dan separo triplek. Kalaupun tiba-tiba di ‘selip’ dengan dangdut yang
menggangu, sekalipun, padahal, kami yang lebih dulu memasang musik. Mama akan
menyuruh kami mematikan tape.
Yang ada, sepanjang mulai memasak maka para
pedagang itu akan menyetel lagu dangdut. Kami baru bisa aman sekitar jam 9 sampai
3 atau 4 sore. Karena begitu kembali, para mamas
dan mamang ini akan melakukan
aktifitasnya dengan diiringi lagu dangdut lagi. Hai hai hai, bukan Cuma dangdut bro…
juga ada irama lagu-lagu tarling. Oh man!!! :-p.
Artis yang paling sering disebut-sebut adalah;
Rhoma Irama, Mansyur S, Hamdan ATT, Megi Z dan Evitamala. Nama-nama artis besar
melayu ini begitu akrab ditelinga saya. Akan tetapi, karena di era 80 sampai 90-an
lagu dangdut itu begitu berkesan ‘kampungan’, setengah mati saya coba
mengingkari bahwa saya tau banyak lagu dangdut.
Ada kisah yang agak unik soal dangdut ini pula.
Sebegitu kesohornya seorang Rhoma Irama, kami
(sekeluarga) paling alergi sama artis satu ini.
Trademark-nya sebagai seorang
‘pencinta wanita’ berbungkus polygami
membuat kami sekeluarga menghindari apapun yang berbau Rhoma Irama. Percaya
atau tidak, tapi bapak dan mama pasti akan selalu mematikan tivi ketika beliau
muncul. Bapak dan mama saya anti kejahatan kelamin. Begitu saya
mengistilahkanya. Hehehe,,,
Jadi, walaupun saya tau kalau Rhoma Irama punya
banyak lagu–selain dengar dari radio
tetangga, juga ‘curi-curi’ nonton film bang Oma di tipi–. Saya tidak pernah
khusus ‘kenal’ lagu si abang Haji ini. Kalau
lagu-lagu mansyur S malah jauh lebih terngiang ditelinga saya. Begitu juga
dengan keunikan syair-syairnya seorang Megi Z.
Belasan dan puluhan tahun kemudian.
Okey… Sejak ABG sampai menjadi ibu-ibu saya masih
keranjingan dengan lagu-lagu Barat. Di SD lagu Wind of change-nya Scorpio adalah band barat pertama yang saya gandrungi. Tambah umur, tambah gaya, tambah sok tau dan
tambah pula artis barat yang saya gandrungi. Malah dimasa-masa ini bisa
dibilang musik favourite saya ya barat. Musik barat dan barat. Lagu Indonesia aja emoh apalagi dangdut.
Maka lupalah saya sama-sekali, malah seperti tak
punya memori sama sekali soal dangdut. Nyebut namanya aja berasa kampungan
apalagi menyanyikannya. Oh, sory dory mory strobery
cuyyy... hahahaha.
Suami saya khas anak muda tahun 90-an. Penyuka lagu-lagu
Iwan Fals (kayanya semua angkatan emang suka
bang OI kali yaks…hmmm), selebihnya dia cuma
tau beberapa lagu yang sedang nge-top abis. Tapi kalau saya bisa gambarkan,
kayanya dia gak tau lah itu lagu-lagu pop ‘cewek banget’ tahun 90-an.
Setelah berumah tangga, saya masih tinggal diaerah
‘kampung’. Lagi-lagi lagu dangdut mengelilingi saya dengan hangatnya. Walah
sekarang dengan tambahan baru, yaitu lagu kasidahan.
Tapi kasidahan pop ini lumayan ‘tidak’
terlalu Islami, jadi saya masih sering juga mendengungkannya.
Saya mulai bekerja dan pergaulan agak-agak naik
kelas ke menengahan dikiiiit, ceile :p. Sering saya terlibat dalam beberapa
acara sebagai emsi dan–kadang– sebagai penyanyi juga. Sebagai orang yang
(masih) keranjingan lagu barat, jelas lagu barat selalu jadi andalan saya.
Beberapa applause sering bikin kepala
agak bengkak.
But, akan tetapi, namun demikian… However,
ternyata acara selalu hidup dengan lagu dangdut. Nyanyian saya bisalah membuat
orang senyam-senyum sebentar, tapi lagu
dangdut yang gak jelas dan patah-patah dan gak hapal dan gak pasti syairnya
itulah yang selalu membuat acara hidup. Sepenggal-sepenggal-nya lagu dangdut
PASTI membuat semua orang akan bangun
dan berhippi-hippi ria.
Kemudian teringatlah saya dengan kata-kata suami
ketika kami baru menikah. “Aku suka lho lagu-lagunya
Rhoma Irama”, katanya waktu tetangga menyetel CD-nya Soneta. Membuat saya membeliakkan mata dengan penuh kejijikan. “Coba deh sekali-kali kamu dengerin,
lagu-lagu Soneta emang beda dengan lagu dangsut pada umumnya. Musiknya bagus,
kata-katanya bagus, m emang lagu Rhoma Irama bukan dangdut kampung, music dia itu melayu
dangdut.”
Cibiran saya memanjang dan telapak tangan
berpindah ke jidat, OMG… my husband likes
music dangdut. “Dia layak disebut
Raja Dangdut, karena dia belajar sampai ke Amerika. Dan menurut aku Rhoma Irama
memang tak tergantikan”. Saya Speechless, suami sedang promo Rhoma
Irama. Sang artis yang sedari kecil, kami dilarang ‘mengenalnya’ oleh bapak dan mama.
Paham suami ini mulai agak saya lunak-kan, ketika
saya membaca buku Laskar Pelangi-nya
Andrea Hirata. Dimana ke-Raja Dangdut-an seorang Rhoma Irama telah meninggalkan dampak besar
dalam kehidupan per-idola-anya. So, saya sempat berfikir… mungkin karegory ‘hebat’ nya suami saya ya sama
seperti pemikiranya si Ikal ini.
Now, ketika kerajinan saya di per-emsi-an (walaupun kelasnya masih kalangan
sendiri) semakin melebar. Kok saya mulai berfikir ya… I need dangdut, I have to know dangdut more and more, I must sing
dangdut.
Karena saya juga memang bukan penyanyi, maka gak penting sebenarnya ketidak selarasan dayu-dayu dan oktafisasi suara saya. Yang saya butuhkan adalah lagu dengan ‘energy’. Saya butuh ‘mantra’ yang membuat semua orang merasakan sensasi yang merakyat. Dan itu bisa saya dapatkan dari musik dangdut.
Karena saya juga memang bukan penyanyi, maka gak penting sebenarnya ketidak selarasan dayu-dayu dan oktafisasi suara saya. Yang saya butuhkan adalah lagu dengan ‘energy’. Saya butuh ‘mantra’ yang membuat semua orang merasakan sensasi yang merakyat. Dan itu bisa saya dapatkan dari musik dangdut.
Kemudian saya teringat masa lalu saya, puluhan tahun yang lalu. Dimana sesungguhnya musik dangdut itu begitu dekat dengan kehidupan saya.
Rhoma Irama is big parts of my childhood and memories, kata suami saya berkali-kali.
Oh, Dangdut… :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar