27 Apr 2012

End of April 2012, and 100 story


April 2012,
Tepat setahun gue gabung di perusahaan impian gue. Walau banyak hal  yang pada  kenyataanya jauh dari ‘paket’ yang gue harapakan. Tapi please deh, life has it own rule ya bow, and its abseloutly bukan harus seperti mau gue. Secara kalau ngikutin semua gue punya mau... hancur minah kali, hehehe.  Suami  selalu ngingetin gue, “lain ladang lain ilalang, dan setiap orang seharusnya ikutin aturan main yang ada aja.” Agak susah, tepatnya susah banget deh buat orang yang idealisme-nya sering kali kurang realistis seperti gue untuk benar-benar menerima stament model gini dengan penuh kelapangan dada. But I have to.

Dalam setahun ini  sudah banyak hal—mulai dari yang penting, sampai gak penting, sampai yang gak pernah gue pikirkan sama sekali—sudah tercapai. Just in short this April to April.  Wow… gue suka nyengir sambil exhale nafas dengan terperanjat. In this 12 month bikin gue makin berani bermimpi.

April 2012,
Segitu banyaknya hal yang terjadi, blogging merupakan salah satu rancangan Tuhan yang indah buat gue. Ya… tahun 2007-an gue mulai kenal blog. Waktu itu gara-gara gue kesengsem sama musiknya bang Vicky Sianipar trus entah link-an apa yang gue klak-klik, eh kebuka blognya Vicky Sianipar. FYI ya bow, jaman dulu gue jadi staf  perusahaan sono noh, namanya interet sama email itu mahaaaaal banget, jadi gue lumayan bego dan norak.

Di blog VS ini gak ngerti juga sebenarnya apa yang gue baca. Harap maklum dech, Internet Expoler itu biasanya bisa ‘bocor’ setelah ada regular maintenance computer oleh Mr. IT yang dilakukan sekitar 1-2X sebulan. Nah ketika terjadi kebocoran itu, kalaplah gue dengan tempo yang sesingkat-singkatnya dan se-sok tau-sok taunya men-klak-klik semua hal yang gue mau tau. Nah khan, Kebuttttt man!!

Jadi waktu itu, gue rajin banget searching Wikipedia. Cari tau soal  Nazi—1 hal yang gue suka banget— serta sejarah dan perjalananya. Juga soal bedanya syiah dan suni—yang bahkan para muslim sendiri suka gak paham kalau gue tanya—, para tokoh-tokoh dunia. Intinya waktu itu gue lebih ke banci pelajaran deh. Padahal  engga semua juga bisa gue baca, jadi setiap data-data yang gue dapat akan gue save di word trus gue simpan. Halaah, pokoknya lebih ke sok pinter deh. Maklum ex-SMEA jadi pelajaran sejarahnya kurang banget. Hehehe…

Dari hasil ‘ngintip’ blognya bang VS, lalu gue iseng bikin blog. Isinya ter-inspirasinya dengan novel Laskar Pelangi. Gue kok  terkesan dengan cara ‘jujur’ si Ikal ini menggambarkan semua tokoh yang ada dengan seadanya. So pure and honest—dari kacamata dia lho—. Terlepas soal kisahnya yang secara keseluruhan memang mengugah ya, tapi  bagaimana dia bisa bilang temen ini begini dan begitu, si ini baik tapi… si ini ada buruknya tapi…  si ini indah tapi… etc etc dech. Si oportunis, si bodoh, si  aji mumpung dan si sok tau. Gue sih meng-enterpreture-kan gambaran si Ikal begini…

Maka dengan sok-sok an pula  gue menuliskan hal yang sama (menurut gue) di blog itu. FYI, SUMPAH ABISSSS, setelah menulis sekali itu, gue TIDAK PERNAH lagi bisa menemukan link blog ini. God know how I’ve tried to looking for it, but I always fail. GUE TIDAK PENAH NEMU LAGI BLOG INI.

April 2012,
Bertahun-tahun kemudian,  setelah membuat blog lain di April 2011. Seorang teman protes KERAS, karena dalam sebuah blog ini ada sebuah kisah yang memang  gue sebut namanya. GOD FOR SHAKE,  there is no bad thing actually in that  blog. Tapi dengan gayanya yang  anggun— gue hapal banget  teman gue yang satu ini—dia ‘tegur’ gue dengan banyak kalimat  ‘dear’, tapi  intinya:  blog gue selalu annoying.

Oh Gosh, kalu ada kalimat yang salah gue bikin… gue rela dicium Adam Levine sampe jontor deh. Hehehe, lagi addict sama dia nih.  Nothing, nothing man…  just  named her as my best  friend yang  selalu dekat tapi jauh, seperti benci  tapi rindu, because I love her. So, memanjanglah komplen ini sampe  ke-blog  gue yang dolooo itu, dikasih link-nya segala bow.  Dan dunia maya menjadi saksi, kalau pencarian gue terhadap blog ‘curcol’ (*curang en colongan, hehehe)  itu akhirnya berakhir. Bukan karena gue cari, bukan pula karena ada komen pembaca… tapi karena gue di ‘omelin’ teman dengan banyak kalimat ‘dear’nya.  Anoying Blog, kata beliau.

Ditambah dengan nasihat indah, “gue pikir hidup loe sudah cukup berwarna.” HALLOOOOO… kalu gue salah koreksi  ya teman. Tapi kok kalimatnya seperti penghinaan buat gue, betapa kehidupan gue yang hitam-putih ini ini gue warnai dengan annoying teman-teman lama.

April 2012,
Privilege yang gue terima diperusahaan ini lumayan banyak, Free IE salah satunya dan  gue tidak menyia-nyiakan ini dengan membuat blog. Kebetulan  perusahaan gue ini lebih oriented ke result  bukan aturan-aturan cara kerja. So, gue bisa punya cukup waktu buat nge blog. Hai hai hai.

Waktu itu gue belum sadar ‘dosa’ blog lama dan memang gak nemu.  Sempet  gue mikir sendiri, buat apa sih gue ngeblog? Iya gue suka nulis sejak SMP, malah kertas coret-coretan-nya gue masih gue simpen sampai sekarang. Tapi gak kebayang gue kasih liat orang baca itu (kebanyakan sih cerita fiksi). Back to blog, sampai beberapa bulan kemudian pun gue masih belum pernah ‘pamer’ itu blog. Cuman gue ketik, gue baca sendiri, gue nangis sendiri atau gue nyengir sendirian.  Pokok-nya blog itu dari gue, untuk gue dan oleh gue seorang lah... kwkwkw.  Republik Mawar gitu lho.

Gue jago ngebacot— yang kenal gue tau pasti itu—tapi gue gak gak pinter merayu, speak-speak manis,  janji manis dan sok lelembutan kaya Suzana di film kuntilanaknya... (inget khan jargon: bang satenya sepuluh ya bang, hehehe). Hmmm, intinya yang smooth and tender itu bukan dari gue lah.  Gue gak hobi cerita betapa gue juga punya sisi lembut,  gue gak suka ngumbar  ‘kelemahan’ gue  *dalam arti sifat lho, bukan kesalahan. Gue lebih dikenal sebagai  perempuan garang, kasar, berani dan menjurus ke provocative.

Because of my toughness, bahkan sampai di beberapa masa suami gue masih selalu berfikir, “you never in love with me, you never ever had this feeling.” Yes he still announce that,  bahkan setelah gue beranak 3 kali.  Males gak sih, gue sih bukan tipe perempuan yang bakal bales... “Oh darling that's not true, of course I love, I need you, I want you and  bla bla...”  That is not me.  Buat gue kebaikan, kemanisan, keindahan, kekaguman yang terlalu sering diumbar  berkesan basi. Sikap-sikap inggih-inggih, haha-hihi,  tebar pesona  kebaikan, jaga image... bukan gue banget.

Pemikiran dan ide gue sih, kalimat pujian itu cukup sedikit tapi guna, daya, manfaat, kena, tepat, nancep, terpatri, halahhhhh … apa sih :P, nah kalau soal bertindak baik dan gak cari muka semata, I think I am on it already, ceilee. Hahaha.   Tapi kenyataanya setiap kali ribut soal RT, kalimat itu selalu aja di semburkan laki gue dengan penuh kepiluan, padahal sesungguhnya gue-lah yang terluka dengan pertanyaan bodohnya itu.

Suatu kali, kayanya udah hampir penghujung  tahun deh. Gue bilang aja sama suami supaya baca blog gue. Rada ngilu juga perasaan gue waktu ngomong. Ya iyalah, itukan dunia gue yang belum mau gue bagi, itu khan ‘kartu AS’ gue, itu khan Mawar disisi yang lain. Gue engga minat dikomentarin, engga siap dipuji, lebih engga siap lagi dikomplen, hehehe. Dan gue pesen KERAS sama dia, “loe baca jangan waktu ada gue, dan aturan ini pasti atau gak usah baca sama sekali.” :D

Kemudian, keesokan harinya. Reaksi pertama dia adalah layar terkembang eh salah dink, senyum terkembang. He got my point already. Dan memang untuk itulah alasan  gue bikin blog pada mulanya. Gue BERHARAP DIMENGERTI.  Walau belum sampai pada tahap minta ‘diperhatiin’.  Di blog,  gue memang menunjukan sisi seorang Mawar yang sesungguhnya. Gue yang sakit hati, gue yang ketakutan, gue yang tulus, gue yang lemah gue yang minta ditemenin, gue yang sesungguhnya tidak selalu sekuat apa yang gue pertontonkan. Gue yang memang  sudah ‘belajar’ pada kehidupan diusia yang sepantasnya gue masih bersenang-senang.  Semua pengalaman  buruk, pahit, getir, marah, bangga, bahagia dan banyak keterpaksaan  yang engga semuanya bisa gue ceritakan dengan bahasa lidah. Ohhh..

April 2012,
Ada juga blog yang isinya  geregetan. Geregetan dengan spot sight yang baru aja gue dapat.  Lalu dengan terburu-buru ngegambarin kembali  sudut pandang gue secara pribadi, apakah itu setuju atau justru beda banget. Pokoknya I  just wanna tell it, walau kadang-kadang saking ‘napsu’nya, penyampaiannya malah jadi aneh…  gue aja berasa begitu apalagi yang orang lain yaks?

Ada juga yang—kata laki gue sih engga jelas alias gak enak dibaca—...  Usut punya usut,  itu ceritanya gara-gara gue—dengan segala kerendahan hati— berbagi dengan seorang teman.  Setelah diawali dengan kritikan dan kritikan,  karena sepanjang kenal dengannya, nyaris belum pernah gue merasakan pujiannya—dia lebih common ngeceng-in, ngeledekin dan protes— .  (Sampai pada suatu masa gue berhenti berpikir kalau memang  that what  friends are for).  Dia bilang kalau tulisan itu harus ada ‘nasihat’ didalamnya.  Entah kenapa, as I always  said “ friend is a teacher” so I follow her advice. Makanya ada beberapa tulisan gue yang sok nasihatin.

Dan setelah suami gue baca dia malah bilang, “aku gak suka yang ini, ini dan ini… agak-agak gimana ya??”. Owh, protes dong gue, menurut gue nasihat temen gue itu bener dong, harus ada pesan, synopsis, nasihat  didalam sebuah tulisan. Sebagai ‘penyuka’ nulis, bukan pengamat ya bow!  Gue merasa ‘nasihat’ itu bener  kok. Kemudian ketika sedang ‘on my  writer mood’ dan gue baca ulang beberapa tulisan, gue kok ngerasa… ihh, bukan gue deh dengan gaya begini. Kemudian gue compare  penilaian laki gue dengan perasaan gue, “tulisan itu sok ngajarin banget ya babe, kaya baca Koran?”. Yaps mom, jawab laki gue.

So again, kembali ke muasalnya gue mau nulis blog. Ini khan blog gue, ini dunia gue, ini pengalaman gue, ini cerita gue dan inilah perasaan dan gaya gue. Kenapa gue mesti terganggu dengan gaya penulisan ‘baku’ dan pesan ‘moral’ secara ekplisit.  Kalau orang mau cari pesan dan kesan yang  tertulis, yah sering-sering aja baca kitab suci. 

Blog ini, memang pada mulanya adalah penyampaian perasaan seorang Mawar terhadap dunia yang dikenalnya,  perjalanan hidup yang dialaminya dan segala cerita yang dihadapinya. INI MEMANG SUDUT PANDANG SEORANG MAWAR PRIBADI.  Terutama dan most of all, ini adalah sudut pandang Mawar yang sosialis dan liberal bertemu dengan pribadi Monang Siregar yang conservative abis. Suami gue yang sering banget kontra dengan pikiran gue. Need him to know my view deeper and deeper,,,
       
April 2012,
Tidak ada maksud apalagi niat bikin tulisan sampe 100 kisah dalam 1 tahun. But waktu gue lihat dipenghujung april ini gue sudah bikin 99 tulisan. Kemudian gue berfikir, kenapa gak gue genapin aja nih sampe 100. Hmmm, jadi  100 kisah tepat dalam satu tahun. Lalu Tutup.

April 2012,
Ternyata berbagi blog itu menakutkan, bisa jadi berkat, bisa jadi cibiran bahkan bisa jadi pedang buat diri sendiri. Tapi sekarang, bahkan lebih nyakitin kalau gak ada yang baca, hehehe.  But for me, from April 2011 to April 2012, finally I know better  why I love to blogging.  karena sesunggunya this is my passion, this is my desire from a very long long time ago. Even the time I haven’t realize it.

Happy blogging Mawar*berasa kaya Mr. Bean yang ngerayain natal sendirian sambil menghibur diri, Hahaha.  

23 Apr 2012

I am Vertigo Now,,,

 “Mba, kayanya elo jarang sakit yach,” sebuah kalimat lama ini mendadak jadi signal baru dikepala saya. Kalimat ini dulu kala diucapkan oleh seorang teman—yang waktu itu masih gadis, tidak pula pekerja keras (apa hubunganya coba, hehehe)—tapi sering banget sakit. Memang sih sekedar sakit-sakit flue dan pusing, tapi menururut saya ini cukup mengganggu skejul saya juga.

Menganggu, maksudnya apa ya?? Ya kalau dia sakit, karena waktu itu dia adalah salah satu teman baik saya berbagi juga bertengkar—saya tidak pernah berdebat dengan dia, karena dia tidak sepandai saya berbicara. Tapi dia jago menyudutkan dan ‘memaksa’ orang untuk bercerita... maka sering akhirnya saya ‘terpaksa’ bercerita sambil marah-marah karena merasa kalah dengan desakanya, hihihi—maka jika dia absen,  bisa-bisa seharian dikantor saya hanya serius bekerja. Gak penting sih kelihatanya, tapi sebagai seorang story teller (bahasa halus untuk whisper blower alias biang gossip, hahaha) ini lumayan membuat mulut saya berbau untuk beberapa jam. Kebanyakan mingkem, :p.


Saya sering memarahi dia, karena hampir 2 atau 3 bulan sekali dia pasti mengambil cuti sakit. Mulai dari batuk, pilek, flue, sakit kepala dan penyakit ‘ringan’ lainnya. Biasanya dia memang kesal dengan komplen saya dan membalas, “Ih mba loe mah aneh, siapa juga yang mau sakit”.

Betul, otak waras saya  juga setuju dengan kalimat itu. Tapi menurut saya lagi nih, ada obat diatas obat, ada ‘non obat’ sebagai penyangkal penyakit ‘ringan’ yang sering diabaikan orang. Misalnya makanan, jangan stress dan jangan banyak ngelayap. Nah biasanya saya akan lanjut mengkotbahi-nya dengan dalil saya ini. Mesti ada yang dilalaikan, cerocos saya.

Soal sakit ini, dia hampir tidak pernah membantah saya. Dia mengakui kalau saya memang termasuk yang jarang sakit. Tanpa bermaksud mendahului kuasa Tuhan Yang Maha Esa, untuk ukuran bekerja selama 5 tahun lebih, rasa-rasanya saya bisa menghitung dengan jari tangan kanan saja berapa kali saya pernah cuti karena sakit.

Biasanya saya mengambil  cuti lebih karena alasan lain, seperti mengantar suami ke dokter, mengantar mama menjenguk saudara, iseng-iseng shoping ke blok M atau sekedar ada acara keluarga/gereja. Intinya saya hanya pernah 2x1 hari benar-benar mengambil cuti karena sakit. Selebihnya lebih ke ‘mencuri’ cuti haid untuk urusan Pribadi. Saya juga tidak hoby bohong pakai alasan sakit. Takut banget kualat.

Alasan saya merasa selalu sehat adalah, yang pasti dan pertama adalah, kebiasaan saya melahap semua jenis makanan. Kata mama saya, yang tidak suka makan—karena perokok dan pengopi berat—makanan apalagi nasi adalah obat pertama kalau sakit, makanya beliau termasuk yang jarang makan tapi kalau sudah sakit beliau akan ‘memaksa’ diri untuk makan teratur.

Kesibukan dikantorsebagai assistant alias pembantu beberapa orang sales dan marketing dan senangnya sekaligus susahnya, saya adalah tuan rumah di departemen ini, baik dari urusan ISO, form/surat/amplop/alamat, prosedural dan tetek bengek admin lainya. Ini mengharuskan saya harus sering-sering stand by dikantor demi customer satisfaction. Ceile, prikitew, hahaha. Dunia bekerja selalu meyenangkan kah?? Tidak juga (see my another previous blog ), gaji juga jauh dari kata cukup. Tapi memang tanggung jawab sepertinya ‘membuat’ saya terpaksa harus jarang sakit. Apa siyy??? :p

 
Kurang dari 6 bulan sejak bekerja diperusahaan ‘baru’ saya. Dengan kondisi pekerjaan yang jauh lebih baik, banyak teman—lebih banyak dari yang terdahulu—, privilege-nya lumayan lebih lumayan daripada lumanyun dulu, angkutan juga tidak sulit, makan pun ada pilihan, pekerjaanpun hanya 1 macam (beda dengan perusahaan terdahulu, dimana saya biasa multi tasking). Kebetulan juga bos disini ‘melarang’ saya melakukan tasking-tasking lain yang tidak berhubungan dengan admin ini.

Waw, bagi orang-orang yang suka kenyamanan, mungkin ini adalah pekerjaan impian semua orang. Hanya focus pada 1 path, wah wah wah… ini bakal menyenangkan, saya akan explore semua ilmu ke’admin’an yang saya bisa dengan lebih gigih. Batin saya waktu itu.

2 minggu pertama. Saya diare berat, setiap habis minur air kantor saya pasti ke toilet. Meeting dengan toto keramik, hehehe. Okelah, lama-lama saya mulai bisa beradaptasi dengan si air minum ini, yang beda merk dengan air mineral yang biasa saya konsumsi. Matter of  adjustment nampaknya.

Tidak sampai beberapa bulan, kapala saya sering pening. Ini tidak biasa saya alami dulunya. Hidung bisa meler sampai berminggu-minggu, tenggorokan cepat sekali panas dan meradang. Opss, ini menyebalkan sekali. And then, setelah seharian saya memaksa untuk bekerja, padahal badan sudah terasa sudah sangat ngilu dan kepala rasa berputar sejak kemarin-kemarin. Siang itu saya ijin cuti setengah hari.

Sepulang dari dokter dan seperti yang sudah saya duga sebelumnya, (dari banyaknya baca-baca dan buka internet) kata dokter tanda-tandanya jelas: vertigo. Iam vertigo now, Mawar got Vertigo.

Dan sejak di-duga vertigo itu, hampir setiap bulan kepala saya membawa saya untuk menikmati perputaran dunia dengan cepat dan serangan kelebat yang memaksa tenggorokan saya untuk memuntahkan isinya. And now, untuk kesekian kalinya lagi. Saya menolak ajakan serangan jaring laba-laba itu untuk beristirahat.

Memaksa diri untuk bangun dan beraktifitas seperti biasa. Dan setiap kali serangan itu datang, ia menarik mata saya untuk terpejam, dan reflek menekan telapak tangan dikepala. Kemudian kata-kata teman saya beberapa tahun yang lalu seperti sebuah radio usang  yang berusaha menghibur saya.

“Mba, kayanya elo jarang banget sakit ya?”. Yes I am darling, :)

20 Apr 2012

Grace di suatu sabtu

Sabtu pagi.
Seperti biasa kalau libur begini aku memilih untuk bangun siang. Kebiasaan baru, mertuaku—yang biasanya jadi rekan tendemku dalam mengurus bayi Grace—sekarang setiap sabtu malam, bahkan kadang-kadang jumat malam atau malah bisa juga minggu siang pergi kerumah saudara yang rutin menghadiri pesta-pesta  Batak. Intinya beliau  tidak ada di sabtu pagi itu.

Pagi itu suamiku akan pergi karena ada urusan. Sekitar jam 7-an kurang, jauh-jauh sebelum berangkat dia sudah mengingatkan aku.
               “Dek aku mau pergi, kakak udah jalan sekolah. Grace masih tidur tapi jangan sampe dia bangun duluan dari kamu...”
                “Hmmm,” jawabku sembarangan, masih ngantuk.


Please deh jangan bilang I am a  lazy mother—walaupun ini bukan kesan yang baik—hehehe. FYI ya, setiap pagi bus jemputan kantor sudah tiba antara jam 5.50 sampai 6.00 pagi, so sekitar 30 menit sebelumnya aku sudah harus berangkat dari rumah. Secara juga aku ‘kasihan’ kepada si mba tukang cuci, maka biasanya jam 4 sampai 4.30 pagi aku masih disibukkan dengan mencuci baju-baju yang kira-kira bisa masuk ke mesin cuci. 

Makanya teori-ku selalu, sabtu seharusnya adalah hari libur. Time to wake up late, and this is for sure.

Sekali lagi sebelum berangkat suamiku ‘mengingatkan’ aku (lagi) soal bangun ini, dia tau siapa aku dan kita seharusnya sama-sama tau bahayanya jika bayi Grace bangun terlebih dahulu.
“Iya, jangan lupa tutup pintu,” pesanku lagi, masih juga dengan kemalasan.

Sepertinya waktu belum lagi berjalan 5 menit sejak peringatan suamiku tadi  waktu kudengar suara teriakan dari luar. Memang  tidak bisa dibilang heboh lah, tapi lumayan membangunkan aku yang masih tidur.  Meloncatlah aku dari tempat tidur dan memburu si suara tadi. Pintu depan sudah terbuka, dan eng ing eng…

                “Kak  si Grace tuh…,” sambut tetanggaku yang ABG agak panic.
Yang dimaksud malah lari ketawa girang sambil meloncat lincah kecentilan, Grace kabur menjauh dengan kaki tanpa alas. Kantuk ku langsung hilang, pemandangan didepan mata begitu menyeramkan,,, hehehe #lebay mode on. Yang jelas bisa bikin tekanan darah naik mendadak lah, :p. 


Grace menuang semua makanan ikan ke aquarium, asal tau aja…  makanan itu MASIH satu toples ukuran 600 ml penuh. Baru 2 hari yang lalu dibeli, isinya tumpah kesemua penjuru sekitar aquarium. Efek: bau amis dan banyak semut dimana. Hmm,,,


Semua perangkat (sepatu, helm, keset) yang ada ditempat lebih tinggi bertebaran dilantai. Semua itu kelihatan dijatuhkan dengan cara kasar, atau di seret kah atau di julek dengan pakai sapu kah?? Yang pasti berantakan dan kacau.


Sepatu kami memang sudah kehabisan space, bukan karena kami kebanyakan sepatu tapi memang kami tidak punya cukup space untuk menyimpan. Apalagi memisahkan, yang mana sepatu harian, mana sepatu gereja mana sepatu khusus, mana pula sepatu ½ rusak tapi belum tega membuangnya.
Halaah, all in here dan hari itu Grace menyempurnakanya dengan ‘mengepel’ semua sepatu yang terjangkau kain pel-an. Semua sepatu basah kuyup.



Disini, sepertinya  dia mencoba hobbynya yang selama ini kami larang yaitu mencuci baju. Alhasil yang mana cucian yang mana kain lap semua teraduk jadi satu. Belum lagi sandal-sendal yang dia maksud bersihkan, mungkin lho?  Ataukah dia memang menginjak-injak cucian itu (karena pernah melihat cara aku mencuci sprei/selimut tebal kah?). Semua kemungkinan aku praduga-duga…


Ini tutup aquarium, yang—menurut saksi mata, secara sekilas— diturunkan Grace dengan cara menaiki sepeda si kakak dan abang yang tersandar disamping aquarium.

Fuihh, ini bagian yang paling aku takuti setelah mencoba mengolah TKP.  Ceilee, bagaimana coba kalau sepeda itu merosot, gimana kalau dia ketiban aquarium, gimana kalau kepalanya terantuk aquarium, gimana kalau… kemudian ketakutan ku menjadi Thanks God dan sorry my husband, I am sorry for my laziness. Hiks hiks.   

2 Apr 2012

Dangdut is the music of...


 Sesungguhnya lagu dangdut begitu melekat dihati saya. Hmm, sedikit sombong yah… walaupun muka saya agak-agak kebule-bulean lho (karena rajin ngecat rambut maksudnya), hahaha. Tapi, sesungguhnya musik dangdut itu memang sangat dekat dengan kehidupan saya.

Pertama transmigrasi ke Jakarta, kami bertetangga dengan para mas-mas penjual mie ayam dan soto mie. Tanpa ada niat untuk mengecilkan golongan penikmat musik dangdut ini, ehem ehem *goyo ne rek. Mereka memang benar-benar pendengar setia musik dangdut lho.

Kebetulan, mama saya orang yang bertoleransi tingkat dewa, kalau sama orang lain. Jadi walaupun tetangga biasa menyetel lagu sekeras-kerasnya mama tidak pernah komplen, apalagi membalas memasang lagu pop dan Batak kesukaanya dengan rese. Sama sekali tidak!.  Padahal posisi rumah kami saling menempel dengan tembok setengan bilik dan separo triplek. Kalaupun  tiba-tiba di ‘selip’ dengan dangdut yang menggangu, sekalipun, padahal, kami yang lebih dulu memasang musik. Mama akan menyuruh kami mematikan tape.

Yang ada, sepanjang mulai memasak maka para pedagang itu akan menyetel lagu dangdut. Kami baru bisa aman sekitar jam 9 sampai 3 atau 4 sore. Karena begitu kembali, para mamas dan mamang ini akan melakukan aktifitasnya dengan diiringi lagu dangdut lagi. Hai hai hai, bukan Cuma dangdut bro…  juga ada irama lagu-lagu tarling. Oh man!!! :-p.


Artis yang paling sering disebut-sebut adalah; Rhoma Irama, Mansyur S, Hamdan ATT, Megi Z dan Evitamala. Nama-nama artis besar melayu ini begitu akrab ditelinga saya. Akan tetapi, karena di era 80 sampai 90-an lagu dangdut itu begitu berkesan ‘kampungan’, setengah mati saya coba mengingkari bahwa saya tau banyak lagu dangdut.

Ada kisah yang agak unik soal dangdut ini pula. Sebegitu kesohornya seorang Rhoma Irama,   kami (sekeluarga) paling alergi sama artis satu ini.  Trademark-nya sebagai seorang ‘pencinta wanita’ berbungkus  polygami membuat kami sekeluarga menghindari apapun yang berbau Rhoma Irama. Percaya atau tidak, tapi bapak dan mama pasti akan selalu mematikan tivi ketika beliau muncul. Bapak dan mama saya anti kejahatan kelamin. Begitu saya mengistilahkanya. Hehehe,,,

Jadi, walaupun saya tau kalau Rhoma Irama punya banyak lagu–selain dengar  dari radio tetangga, juga ‘curi-curi’ nonton film bang Oma di tipi–. Saya tidak pernah khusus ‘kenal’ lagu si abang  Haji ini. Kalau lagu-lagu mansyur S malah jauh lebih terngiang ditelinga saya. Begitu juga dengan keunikan syair-syairnya seorang  Megi Z.

Belasan dan puluhan tahun kemudian.

Okey… Sejak ABG sampai menjadi ibu-ibu saya masih keranjingan dengan lagu-lagu Barat. Di SD lagu Wind of change-nya Scorpio adalah band barat pertama yang saya gandrungi.  Tambah umur, tambah gaya, tambah sok tau dan tambah pula artis barat yang saya gandrungi. Malah dimasa-masa ini bisa dibilang musik  favourite saya ya barat. Musik  barat dan barat. Lagu Indonesia aja emoh apalagi dangdut.

Maka lupalah saya sama-sekali, malah seperti tak punya memori sama sekali soal dangdut. Nyebut namanya aja berasa kampungan apalagi menyanyikannya. Oh, sory  dory  mory  strobery cuyyy... hahahaha.

Suami saya khas anak muda tahun 90-an. Penyuka lagu-lagu Iwan Fals (kayanya semua angkatan  emang suka bang OI kali yaks…hmmm),  selebihnya dia cuma tau beberapa lagu yang sedang nge-top abis. Tapi kalau saya bisa gambarkan, kayanya dia gak tau lah itu lagu-lagu pop ‘cewek banget’ tahun 90-an.

Setelah berumah tangga, saya masih tinggal diaerah ‘kampung’. Lagi-lagi lagu dangdut mengelilingi saya dengan hangatnya. Walah sekarang dengan tambahan baru, yaitu lagu kasidahan. Tapi kasidahan pop ini  lumayan ‘tidak’ terlalu Islami, jadi saya masih sering juga mendengungkannya.

Saya mulai bekerja dan pergaulan agak-agak naik kelas ke menengahan dikiiiit, ceile :p. Sering saya terlibat dalam beberapa acara sebagai emsi dan–kadang– sebagai penyanyi juga. Sebagai orang yang (masih) keranjingan lagu barat, jelas lagu barat selalu jadi andalan saya. Beberapa applause sering bikin kepala agak bengkak.

But, akan tetapi, namun demikian… However, ternyata acara selalu hidup dengan lagu dangdut. Nyanyian saya bisalah membuat orang senyam-senyum sebentar,  tapi lagu dangdut yang gak jelas dan patah-patah dan gak hapal dan gak pasti syairnya itulah yang selalu membuat acara hidup. Sepenggal-sepenggal-nya lagu dangdut PASTI  membuat semua orang akan bangun dan berhippi-hippi ria.

Kemudian teringatlah saya dengan kata-kata suami ketika kami baru menikah. “Aku suka lho lagu-lagunya Rhoma Irama”, katanya waktu tetangga menyetel CD-nya Soneta. Membuat saya membeliakkan mata dengan penuh kejijikan. “Coba deh sekali-kali kamu dengerin, lagu-lagu Soneta emang beda dengan lagu dangsut pada umumnya. Musiknya bagus, kata-katanya bagus, m emang lagu Rhoma Irama  bukan dangdut kampung, music dia itu melayu dangdut.

Cibiran saya memanjang dan telapak tangan berpindah ke jidat, OMG… my husband likes music dangdut. “Dia layak disebut Raja Dangdut, karena dia belajar sampai ke Amerika. Dan menurut aku Rhoma Irama memang tak tergantikan”.  Saya Speechless, suami sedang promo Rhoma Irama. Sang artis yang  sedari kecil,  kami dilarang ‘mengenalnya’  oleh bapak dan mama.

Paham suami ini mulai agak saya lunak-kan, ketika saya membaca buku Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata. Dimana ke-Raja Dangdut-an seorang  Rhoma Irama telah meninggalkan dampak besar dalam kehidupan per-idola-anya.  So,  saya sempat berfikir…  mungkin karegory ‘hebat’ nya suami saya ya sama seperti pemikiranya si Ikal ini.

Now, ketika kerajinan saya di per-emsi-an (walaupun kelasnya masih kalangan sendiri) semakin melebar. Kok saya mulai berfikir ya… I need dangdut, I have to know dangdut more and more, I must sing dangdut.

Karena  saya juga memang bukan penyanyi, maka gak penting sebenarnya ketidak selarasan dayu-dayu dan oktafisasi suara saya. Yang saya butuhkan adalah  lagu dengan ‘energy’.  Saya butuh ‘mantra’  yang membuat semua orang merasakan sensasi yang merakyat. Dan itu bisa saya dapatkan dari musik dangdut.


Kemudian saya teringat masa lalu saya, puluhan tahun yang lalu. Dimana sesungguhnya musik  dangdut itu begitu dekat dengan kehidupan saya.
Rhoma Irama is big parts of my childhood and memories, kata suami saya berkali-kali. 
Oh, Dangdut:-)

29 Mar 2012

Mereka memanggil saya


Di peradaban –atau peradatkan kah?– orang Batak, ada sebuah konvensi yang menjelaskan bahwa seseorang yang sudah menikah apalagi kemudian punya anak, PANTANG  untuk dipanggil nama aslinya. Misalnya saya nih, nama kecil saya adalah Lenchu. Setelah menikah dan kemudian punya anak, maka ‘sebaiknya’ saya dipanggil dengan ditempeli nama anak saya. Mama Jane.

Ini diberlakukan untuk semua orang, bahkan kepada orang yang lebih tua daripada saya sekalipun. Apakah dia sepantaran mama saya bahkan sampai setua opung saya. Malahan,  tante atau teman atau saudara saya yang lainya, walaupun misalnya umurnya jauh diatas saya, alangkah ‘tidak sopan’nya jika dia masih memanggil saya dengan nama asli.

Kebetulan, walau saya orang yang tidak pernah percaya adanya ‘kebetulan’ dalam hidup ini. Kakak saya berjodoh dengan nyong Ambon. Dimana mereka punya gaya hidup dan tradisi  pemanggilan yang bertolak belakang dengan kebiasaan Batak.  Kedua keponakan saya biasa memanggil saudaranya yang lebih tua bahkan sampai nenek/kakek dengan namanya. Seperti, “Oma Santi, Opa Yan, tante Mery, tante Ciang”… Yah, pokonya ada nama tersisip dibalik embel pemanggilan itu. Looks not so big deal?  In Batakness  it’s a horrible man. :p


Maka Nona dan Nyong itu sering memanggil saya “tante Lenchu”. Meskipun bukan keluarga yang saklek dalam tradisi, jelas ini menganggu kenyaman mama saya. “Ai aha do halak on, hera dang maradat. Pese-pese dope nga manggoari”. Yang artinya kurang lebih: kalian ini gak sopan banget, masak anak kecil juga  manggil nama. Hmmm,,,

Adalah si Caroline kami yang mulutnya ceriwis setengah hidup. Anak Karo yang ibu-bapaknya pendiam kelas berat. Bingung khan?? Wong saya aja masih suka heran tuh anak dapat ilmu bawel dari mana. Hehehe...

Demi sok kebarat-baratan, mungkin begitu orang akan menilainya. Tapi niat saya dan mama Oline adalah membuat ‘gaya khas’ sendiri. Maka kami mengajari Oline kecil untuk memanggil saya Aunty daripada Mamatua. Karena dia punya dua orang Mamatua.

Antara latah dan keblibet dengan pemanggilan 2 anak ambon tadi, dan entah siapa yang memulai. Apakah Oline atau 2 anak kakak yang Ambon. Mereka jadi memanggilku dengan sebutan: mama Aunty.Ini belum begitu aneh kedengaranya khan?  Mereka juga memanggil suamiku dengan sebuatan: Om Papa. Hahaha…

So, inilah mark kami didepan semua saudara. Mama Anti dan Om papa.

Papa Oline super pendiam. Orang Karo yang modern apa kampungan kah model begitu? Saya tidak tau mendefinisikanya. Hehehe.  sewaktu dia masih pacaran dengan adik saya. Semua anak-anak biasa memanggilnya Om Bakti. Demi sulitnya memulai komunikasi tentang kepantasan pemanggilan dengan si Om Bakti ini. Sampai hari ini, setelah anaknya- 2 pun, kami bersaudara dan anak-anak memanggilnya dengan om Bakti.


Kami memanggil suami si kakak juga dengan pemanggilan  'ala' Ambonse..

Lebih puluhan kali mama sudah mengingatkan. Bahkan beberapa saudara ada yang menaggapinya dengan enteng,  walau juga ada yang berkomentar ‘berat’ sekali. Sampai berlanjut dengan ceramah.