16 Feb 2012

My Valentine


Sudah seminggu ini my handsome boy Kaleb, cerita soal pelajaran bahasa Indonesia yang sedang masuk di materi Pantun. Sebagai seorang anak yang cuek. You may believe it or not, Kaleb bisa muntah geli kalau liat orang bersanjak atau berpantun dengan mimic serius. Liat anak sepantaran-nya yang bernyali bergaya dipanggung, dia bakalan kasih 10 jempol dengan tulus. Karena dia tau, dia merasa gak cukup punya  koleksi nyali  untuk melakukan hal seperti itu.

13 February 2012, sepulang dari kantor. Kaleb minta dicarikan bahan buat PR sekolahnya. “Ma, abang suruh cari gambar presiden sama menterinya dan tahun-nya”. Yups, mengingat daya memory ku yang sedang low bat, aku cepat bilang sama dia, “okey boy, takut mama lupa, kamu bikin aja tugasnya dikertas, trus kertasnya masukin di tas mama”. Intinya aku (memang) minta dibuatkan pesan di kertas.

14 February 2012, aku sadar kok ini hari valentine, tapi gak minat berpatisiapasi sama sekali. Just felt too old for this,, hehehe. After lunch, ngobrol ngalor-ngidul sama teman kerja dan mau menunjukan sesuatu yang tersimpan di tas. Lalu tanganku tanpa sadar merogoh kantong kecil-nya , kemudian menemukan 2 lembar kertas terpisah.

Yang 1 selembar, seperti dirobek dari pinggiran buku, ada tulisan dengan pulpen : Nama-nama menteri dan foto presiden SBY disebelah kiri dan nama menteri dikanan. Periode tahun berapa

Upss bener khan. Hampir aja lupa!... batinku. Lalu aku melipat kertas itu dan dibaliknya menemukan  ada tulisan lain.


Surat Pantun, kamis 02 january 2012, 
Pantun untuk mama   

Dibawa itik pulang petang
Dapat dirumput bilang-bilang
Melihat ibu sudah datang
Hati cemas jadi hilang




Kertas yang lain aku buka, terlihat dirobek dari tengah buku, bertuliskan :

Khusus mama kaleb


Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak berkata besar hati
Melihat ibu sudah datang


Aw aw aw,,, aku tidak bisa mengucapkan kata-kata. Just speechless dan merasa sangat tersanjung. Aku tau kaleb pasti gak sadar hari ini Valentine, tapi jelas surat itu sudah lama dia siapkan buat aku, dan jelas sekali dia ‘menunggu’ waktu yang tepat untuk memperlihatkannya. Seperti pernah aku bilang, Kaleb gak suka ke-mellow-mellow-an, tapi aku tau dia itu so tender and full of love,,,

Then he makes my  Tuesday, 14 February 2012 felt so Valentine,, :-)

15 Feb 2012

Saya memanggil dia,,, BABE


When I was just a kid, I saw my sister as a wise guy. Mungkin karena saya sadar diri sebagai orang yang temperamen dan gak sabaran. Which is  karakter ini berbanding terbalik sama my sista yang not so talkative  dan banyak ngalahnya. Contohnya, saya punya banyak temen biasanya berawal dari dia. Teman-teman dia pasti akan mengenali saya sebagai “adiknya Maria ya??”, lalu kami berteman. Banyak ejaan-ejaan baru yang saya dapat dari dia, banyak pula istilah-istilah yang saya contek  sesungguhnya dari dia. Mungkin karena dia punya pergaulan yang sebegitu luasnya, maka dia bisa mengetahui banyak bahasa gaul dan istilah dalam pertemanan. Belum lagi analisa-analisa pendeknya yang sering  akhirnya  ‘memaksa’ saya untuk setuju dengan pemikirannya.

Salah satu hal lagi yang sangat saya ingat dari my sist ini  adalah kesukaanya pada film-film  fabel.
Dan buat saya it’s such a dummy things actually. But  –mengingat TV dirumah hanya ada satu–, kami terbiasa melihatan siaran TV yang sama. So kalau tidak suka,, ya derita elo deh,, hehehe
Salah satu film yang dia sukai adalah film  BABE, Pig in the city.  Kisah si babi dan si angsa ‘kerajinan’ yang hidup damai disebuah peternakan.

Setau saya,, sebelum jaman-jaman ‘anak 4l4Y’  sekarang menjamur dengan homogennya, memanggil pacar dengan sebuatan sayang atau ayang adalah sebuah hal yang ‘sinetron’ bangetts, agak-agak sungkan, lebay dan biasanya cuma dilakukan oleh segelintir pasangan yang punya nyali alias PD lumanyan tebal. Dan menurut saya sih –duluuu–, saya sama sekali bukan tipe sok imut begitu, dan gak bakal bisa membuka mulut untuk bilang “sayang”..apalagi “cinta”NO!!  Ooopss.

 Akan tetapi, berawal dari keisengan saya yang hoby ngoceh dan my ex-boyfren yang sama sekali gak suka dipanggil namanya (terdengar kurang merdu katanya). Mulailah saya iseng manggil-nya  Peyang,  seperti   “woi Peyang pulang yuk”.. Kenapa peyang? Ya karena bahasa gaol kita waktu itu “pala lo peyang!!” hohoho…  Yes, I am so sarcastic man that age…  sesungguhnya itulah awalnya saya manggil my ex dengan sebutan ‘sok imut’, kemudian mulai berputus di kalimat  yang, sampai akhirnya jadi  sayang. Jiahhh,,, orang yang kenal saya dengan baik pasti akan berucap: “ elo tuh War yang ngomong!!”,, Upss.

Kami tidak lama menggunakan panggilan  sayang ini, karena memang tidak lama setelah pacaran kami merrit. Sebenarnya alasan utama 'juga' adalah,  karena saya selalu berasa rikuh jika keluarga besar sedang rame, lalu saya memanggil suami dengan panggilan “sayang..”  hadooh, rasanya semua mata (seperti) mendelik.  Yes I know.     It may just my imagination,  tapi tetep aja berasa  gak nyaman.

Lalu teringat sebutan “babe”, nama untuk tokoh  the piggy di film  Babe  –my sist‘s  fav one–.  Kembali aku iseng manggil suami dengan sebutan babe.  Seingat saya my sist pernah bilang “that's a cute name for pig”. Lagian menurut saya tidak banyak orang yang akan ‘ngeh dengan panggilan babe. It’s not yet common that time.  Serius deh,,, ini awalnya hanya sebuah panggilan konyol (dalam pengertian saya), tapi kebetulan suami mengartikanya tetap in good perspective. I really call him babe, never been baby, beibeh, or that another sweet caller. Saya benar-benar memanggilnya babe karena alasan ‘jahat’ dalam tanda kutip besar dan kemudian berlanjut sampai menjadi label panggilan ‘imut’ kami untuk waktu yang lama. :p

Sampai kemudian banyak ABG yang saya kenal dan lihat, intinya --ABG 4L4y sekarang--, senengan-nya memanggil pacar dengan panggilan agak-agak sok sendu dan berbau kebarat-barat-an. Tanpa ada instruksi khusus, saya dan suami akan saling berpandangan tiap kali melihat atau mendengar  ABG  yang kami kenal memanggil  manja “beibs”.  Apaan sih, sok imut banget kesanya!! Komentar saya. They  are just a kid, dan saya gak yakin mereka paham ‘arti’nya.


Tapi kemudian ‘memaksa’ saya mengucapkan  our ‘babe’  in the hiding place,, kyaaaa… malu sendiri berasa seperti teen 4l4y, tapi TETEP gak mau kalah #berasa pemegang hak cipta duluan sih,,, Hahaha.. I love you babe,,  

9 Feb 2012

Painten, I miss you,,,,


“Dek, belikan dulu aku rokok…”,  goda pria berbadan besar, berwajah bandit itu dengan seringai genit.
“Mana duitnya ?”,  jawab gadis itu tegas, pendek tapi sopan penuh kewibawaan.
“Dekatlah sini sama aku, duduk dulu sebentar…”,  bola mata si lelaki ini penuh aroma kemesuman, lalu sedikit mengeser pantatnya dan menepuk tempat disebelahnya.
“Lho minta dibeliin rokok khan, sini saya beliin. Kalau duduk saya engga mau…”, gadis itu menunjukan air wajah yang lebih  garang. Nada suaranya tetap penuh kepercayaan diri.
“Ih  galak banget sih, tambah cantik lho kalau marah…”, lalu pria itu mencoba menarik tangan si gadis tadi.
“Eh-eh engga sopan ya… jangan macem-macem pak, emangnya saya perempuan apa !!”, dengan ketus dikebaskannya tangan si pria tadi, dan berlalu dengan muka galak.  Pria itu dan beberapa pria lain  yang duduk saling berhadapan terkekeh nakal bersama.

Namanya Painten, asal dari kota Palembang, pendidikan D1 Secretaris. Menurut pengakuanya (setelah kami semakin berteman), dia sebenarnya  asli orang Sampang-Madura yang orang tuanya ber-transmigrasi ke PTPN Oki Palembang.  Kejadian tadi adalah sepenggal adegan tentang ketegasan seorang  TKW terhadap pengunjung/tamu kantor yang coba menjahili.  

Dan  sikap perlawanannya tadi telah  membuatku memberikan perhatian khusus padanya. Sampai akhirnya dia  berangkat ke Singapore, aku merasa punya ikatan batin khusus dengan perempuan bernama Painten itu. Salah satu calon TKW yang punya nasib kurang baik, karena hampir 6 bulan tertahan dipenampungan.

Mungkin karena sejak pertama aku sadar memiliki banyak persamaan dengan Painten.  Kami cepat menjadi teman. Dan aku juga  senang menjadikanya asisten  untuk pekerjaan kantorku. Sekalian membantunya membuang penat selama menunggu panggilan visa kerja sebagai PRT Singapore. 

Aku juga pernah membawanya sebagai ‘mbak’ kerumah aku yang 3x4meter.  Padahal banyak yang menginginkanya, tapi dia hanya mau dirumahku. Pengertianya luar biasa,  kejujurannya mengagumkan dan ketulusan dibalik ketegasannya dapat dirasakan semua orang.

Painten akan tanpa segan-segan mengatur kami demi alasan pekerjaan rumah tangga-nya. Misalnya, “cepatan pada mandi aku mau nyuci” ocehnya, atau “kak aku pusing kalau kerja diliatin orang, kakak keluar  aja deh sama abang, nanti kalau sudah selesai baru balik lagi”.

Sikapnya yang apa adanya dan jujur membuatku selalu menerima protes dan omelanya dengan lapang. “Kakak nih cerewet banget sih, kaya nenek sihir tau”, komentarnya tidak jarang, jika aku merepet panjang karena mengurus puluhan TKW yang terkadang malas dan susah diatur.

Pernah kami berdebat karena dia terus meledeki aku dengan sebutan ‘bawel’ didepan banyak orang, aku menghardiknya dengan keras. Berakhir dengan saling meminta maaf. Aku memprotes karena alasan  ‘sikon’, dan dia mengaku tidak lagi sadar dengan  ucapannya dan lupa  sikon karena kami yang sudah seperti kakak-adik. Oooh,,,

Painten sempat kabur dari penampungan, dan ke-kabur-anya membuat bosku benar-benar mengamuk, ketimbang pelarian seorang Atik beberapa waktu kemudian. Seorang Satpam langsung dipecat pagi itu juga. Dengan keberaniannya  Painten menjebol dinding kamar mandi yang bagian atasnya hanya tertutup seng. 

Hebatnya seminggu kemudian dia kembali, dan memastikan bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan waktunya yang sudah terbuang berbulan-bulan dengan tindakan bodoh. Dan alasan lainya, (katanya,,, karena aku tidak keburu melihatnya) adalah rambutnya yang mayang  terurai sepinggang sudah diplontos habis seperti GI Jane. 


Dengan sikap sportif dia meminta maaf serta menjelaskan penyebab ke-kaburan-nya, yang adalah karena mengantar  temannya yang sakit kerumah saudara terdekat yang ada di jakarta. Painten memang datang bersama seorang lagi dari kota yang sama. Tapi karakter mereka 180° berbeda. Dan seminggu kemudian setelah si teman lebih baik, Painten dan temannya kembali ke penampungan.

January 2004 aku kenal Painten. Dan secara khusus mengaguminya karena adegan ‘godaan’ itu. Hampir 8 tahun yang lalu sudah kejadiannya. Dan masih membuatku sedikit menitikan air mata setiap kali mengingat seorang Painten. 


Perempuan cantik yang pendek (makanya susah jadi TKW ke Singapore), yang pintar, yang baik hati, yang cerewet,  yang tulus, yang gampang sewot, yang selalu mendukungku, yang sering memprotes aku, yang sering menasihatiku, dan selalu aku rindukan.  Painten sudah kuanggap sebagai adik, sebagai teman, sebagai bagian dari perjalanan sejarah seorang Mawar ditahun 2004. Sejarah yang tidak akan pernah lekang oleh waktu.

Where are you sist… I miss you Inten,,,

8 Feb 2012

Mencari Atik ke kota Garut


Salah satu perjalanan yang akan selalu aku kenang adalah; mencari Atik sampai ke Garut. Dengan berbekal motor butut yang kami sewa (bisa dibilang butut  karena sebagian organ vitalnya yang sudah tidak lagi berfungsi 100%), padahal kami akan menempuh perjalanan jauh. Starting dari Pulo Gadung, the way we stay in 2004, jam 9 pagi. Mengendarai Vespa tua lalu menyewa motor dekat rumah mama di Bintara-Bekasi Barat. Mulai bergerak sekitar jam 9.40-an. Sesuai prediksi kami, cuaca cerah tanpa ada panas menyengat.

Aku berkantor di daerah Cawang, makanya biasa melihat bus antar kota yang ke Garut. Sedikit berdiskusi dengan sopir beberapa waktu sebelumnya. “Mang, Jakarta-Garut bisa berapa jam?”. “Yah palingan 4-5 jam neng” jawab si mamang supir, “itu khan lewat tol?” tanyaku lagi. “Kalau lewat jalan biasa paling bisa mulur 1-2 jam lah” jawab supir yang sudah ekspert ini, dan menurut aku cukup masuk akal semua kalkulasi-nya. Toh di Jakarta juga jarak tempuh jalan tol dengan jalan umum engga beda-beda amat, kecuali masuk tol bayar  :p

Lalu, berbekal duit  100ribu perak, jaket satu saja, slayer, helm batok dan berkasutkan sandal swalau yang akhirnya bikin galau, aihhh.. 
Herannya waktu itu, suamiku yang biasanya selalu hapal dunia ‘perjalanan’, cuma manut saja dengan perhitungan ku soal waktu tempuh dengan si  sopir. Mungkin juga dia malas berargumen, atau malah dia ketohok salut (apa justru kesal) karena niat bertanggung jawabku yang berapi-api. *Asumsi,,,hmmm

Kami  melalui rute Cisarua, Bogor, Cianjur kemudian Cimahi dan sekitar jam 2-an sampai juga di Bandung. Menepi untuk makan siang disebuah restoran padang. Waktu berkaca, alamak… mukaku hitam mirip dakocan, ternyata debu dan knalpot benar-benar menampar sepanjang jalan tadi. Kota Bandung hujan sepanjang hari.

Setelah lama perjalanan. Terus bertanya dimana kota Garut selalu dijawab. “sudah dekat, sudah dekat”.  Aku mulai frustasi karena tidak juga melihat perbatasan. Sekitar maghrib, mungkin jam 6-an barulah kami melihat perbatasan kota Garut. Semangatku mulai sedikit  muncul.

Ternyata perbatasan awal Garut ini, masih sangat jauh dari ‘kota Garut’ yang sedang kami cari. Masih aku ingat, masuk pasar, keluar komplek, putar balik dan sebagainya.  Sampai akhirnya kami dikawal seorang tukang ojek menuju desa yang kami cari. Aku masih ingat juga patung macan yang harus kami lewati menuju desa yang kami cari. 

Ya Tuhan, pikiran kotor mulai menggeliat manakutkan. Seandainya aku atau suami dikeroyok atau dirampok ditempat ini, maka kami tidak akan punya kesempatan untuk lari. Selepas pasar dijalan besar tadi, selanjutnya jalanan selalu gelap dan gelap (padahal jalanannya cukup besar juga), tapi tidak ada lampu jalan sama sekali.

Ada hal yang menarik dari perjalanan  kami (sedikiiit sih). Inilah Indonesia yang ramah, dari ujung ke ujung kami hanya terus  bertanya pertanyaan yang sama “rumah teh Atik yang kakaknya guru SD XX dimana ya?”, dan akhirnya kami tiba tepat didepan rumah orang tua Atik, jam 8.30 malam.

Atik adalah salah satu TKW yang ada dipenampungan kantor aku bekerja. Belakangan geliatnya memang sudah tidak mengenakkan. Sponsornya sudah memperingatkan aku agar berhati-hati, anak ini bisa saja kabur. Bapak  bos juga sudah keras mewanti-wanti waktu aku mau ‘meminjam’ Atik bekerja sementara dirumahku, sambil menunggu calling visanya dari Malaysia. Suamiku juga sempat agak ragu dengan pilihanku. Tapi seperti biasa, dasar pemikiranku adalah ‘teman will not cheat at all... 

Oh ya,  sekalipun mereka TKW, aku selalu memperlakukan mereka seperti teman. Dan Atik adalah salah satu yang kuanggap  ‘teman –ter– baik’. Aku tidak pernah bersikap seperti ‘bos’ terhadap mereka. Sikap ‘jaga image’ biasanya hanya akan aku tujukan sewaktu menerima mereka di pendaftaran awal atau saat pembagian tugas. Selanjutnya we’re just friend. My view “they are just human, totally same as me”.  Tapi dihari belum genap seminggu, Atik kabur dari rumahku.  Inilah dasarnya aku mau berkerja keras mengejar Atik sampai ke kampung  halamanya, berfikir juga tentang kemungkinan gagal. Tapi menurut aku --karena memang  sebelumnya  sudah diwanti-wanti-- maka aku perlu mempertanggung jawabkan tindakanku.

Sudah aku duga tapi tidak berharap ini terjadi. Atik tidak ada dirumah keluarganya. Tapi pihak keluarga mengakui kalau Atik datang 2-3 hari yang lalu, dan rencananya mau merantau  lagi ke tanah Sumatera. Ibunya terus menangis, membayangkan perjalanku dan kerepotan  yang sudah dibuat oleh putrinya yang kata si ibu memang labil luar biasa. Semua hal diinginkan, tapi sebentar kemudian berubah hati. Ku salam anak Atik yang masih 3 tahunan, membuat sedikit rasa  kecewaku  berkurang.  Selalu akan  ada alasan untuk segala sesuatu, batinku.
Tidak sampai 30 menit kami berpamitan pulang. Sempat disuruh menginap, tapi aku merasa canggung.

Perjalanan pulang ternyata jauh lebih menyakitkan jiwa dan raga. Cuaca semakin mengigit kulit, tulang terasa ngilu. Perut  lapar tak lagi kurasa, yang ada diangan-anganku hanya kasur dan bantal. Setiap melihat wartel ingin rasanya bertelephone ke rumah mama, menanyakan keadaan anak-anakku. Tapi kok rasanya dramatis sekali!  Walaupun  jujur, perjalanan itu memang terasa begitu dramatis buat aku. Hujan angin terus membasahi  kota Garut yang gulita. Plank menunjukan, berbelok kiri arah kampung Atik dan Tasikmalaya untuk rute lurusnya.

Suamiku mulai gelisah melihat aku yang terus saja menggigil karena dingin, “kamu naik bus aja ke Cawang” katanya. Aku malah sewot, bagaimana bisa aku nyaman dengan bus sementara dia akan bermotor-ria menerobos malam yang dingin dan basah sendirian. “Engga lah”, bentak ku kesal. Melihat aku yang terkantuk-kantuk suamiku kembali memberikan penawaran yang sama berkali-kali. 

Wajar dia panik, digelap malam dan lampu sorot motor kami yang agak meredup  membuat kami harus terus waspada, karena tidak ada lagi kendaraan kecil yang berseliweran di jalan. Hampir sepanjang jalanan isinya truk, container dan mobil-mobil box pengangkut barang. Aku yang  tidak kuat menahan kantuk, membuat  suamiku harus sering-sering mengguncang tanganku.

Daerah Rancaekek, hanya terlihat hamparan sawah dan jalan besar (atau karena gelapkah??). Sempat mau masuk jalan tol di daerah Sumedang. Beruntung polisinya baik dan hanya menunjukan kami  arah jalan raya. Bandung lautan hujan sejak siang tadi. Dan aku tidak mau kalah tapi suamiku memaksa untuk mendarat sebentar dan makan nasi goreng. 

Hujan makin deras, kakiku terasa kebas karena dingin. Terpaksa makan (juga) sambil berteduh didepan sebuah bengkel, tidak kelihatan ada tanda-tanda manusia beraktifitas di malam menjelang pagi. Setiap kali melihat bus dan truk hati terasa perih, iyalah… seandainya naik mobil pasti sejam lagi kami sudah ada didaerah Cawang. Tapi sama sekali tidak bisa membayangkan, aku nyaman sendirian,, ahhh.. berrr… dingin.

Melawan hujan (aku terus memaksa), kami menerobos pagi menjauhi kota Bandung yang kembang. Dingin membuatku memohon pada suami agar kami berjalan dibelakang truk atau kontainer yang mengeluarkan asap knalpot panas. Mungkin ini hal tertolol yang selalu kusyukuri sepanjang  malam itu, mencari asap knalpot. Karena tidak tahan dingin,,, hiks hiks.

Jam 3-an kurang, sejuta bunga terasa bertaburan didada. Melihat Kebon Raya Bogor. Never been this love of Bogor actually, sekitar jam  4 sudah ku lihat keramaian pasar Induk Kramat Jati. Berlanjut sampai Cawang, ternyata eh tenyata dijam biasanya aku masih terlelap dalam mimpi sudah banyak orang yang berburu bus untuk memulai aktifitas bekerja. What a wonderful world, batinku…

Sekitar jam 5 pagi, suara azdan masih menggema, jalan menuju rumah mama yang kampung dan bertanah merah belum terlihat bentuknya. Jantungku yang terus menahan degup sepanjang malam akhirnya bisa berdetak normal, (mati suri dong, hehehe..). Bahagia rasanya bisa melepas lelah yang sudah diujung ubun-ubun bersama suami, puas rasanya menjejakan kaki ketanah becek khas daerah kami. Senangnya melihat Bekasi di pagi jam 5, setelah lebih dari 20 jam kami duduk dengan masgul di motor, dengan hasil  nol besar!!!

7 Feb 2012

Si Putri yang memilih

 Saya masih terus terheran-heran bin tercengang-cengang dengan beberapa,, yeah engga beberapa kali, tapi emang lumayan banyak komen-komen orang mengenai kasus Si Putri yang terjerat pidana korupsi. Anehnya (kan udah saya bilang dari pertama tuh, heran): kenapa orang-orang terus saja mengkomentari  agamanya. Sumpah saya risih abis (mana gak pake sabun sirih pula, apa sih, hihihi).

Kesel aja gitu lho, kenapa konteks-nya jadi jauh banget sama tema. Banyaknya orang yang mendukung si Putri gara-gara agamanya. Oke-oke some people memang punya pandangan yang beda soal agama (dan soal alasan agama yang tidak saya anut, saya pilih no comment),  tapi sebagai seorang kristiani saya lebih  heran lagi dengan orang-orang ‘seiman’ saya yang koment (lebih mirip ‘mensyukuri’ *in bad meaning) sambil kotbah-in soal Firman Tuhan, ‘maksa’  bahkan ‘marah-marah’ agar Si Putri balik ke agama lamanya.  

 Are you to smart or to stupid actually??, hallooo…. apakah ada yang bisa menunjukan ke saya, satu ayaaaat aja yang menunjukan kalau ‘begitu’ cara Tuhan minta di 'bantu' sama kita, adakah Tuhan minta dibela dengan menggunakan Fiman Tuhan yang ‘maksa’.

Saya kenal  Si Putri, (ceilee, salah tulis bisa dipanggil pengadilan nih saya,, hohoho) sekitar tahun 2002-2003. Tidak lama setelah dia menang jadi putri tercantik sejagat Indonesia. Sumpah mampus waktu itu, saya heran dengan ‘criteria’ cantik yang disematkan ke sang Putri, but  juri gak mungkin salah dunk,, hmm, mungkin gak sih?? Hehehe…  Tapi akan tetapi nih, melihat semua track record  Si Putri yang jebolan sekolah luar negeri, bahasa ingrisnya yang faseh padahal wajah original Indonesia  (secara saya suka keki dengan ‘kehebatan’ Bahasa Inggris putri-putri lain dan selanjutnya yang  selalu dibanggain padahal mereka (emang) blasteran,, aneh gak siy?? Air laut mash gak usah digaramin juga dah asin kaleeee). 

Back to  Putri, walau Saya termasuk yang  awalnya tidak setuju dengan ‘klasifikasi’ cantik-nya itu, saya salah satu orang yang sangat-sangat setuju dengan tingkat kecerdasan dan jiwa social Si Putri ini. So  saya termasuk yang bangga,  –waktu itu– Indonesia punya putri yang walaupun hanya ‘agak’ cantik saja tapi punya otak brilian. Selanjutnya, Si Putri  masuk dunia politik. Wah, makin tak perlu diragukan lagi kecerdasan Si Putri ini, pikir saya.

2002-2003 (di blog sebelumnya sudah saya tulis, ini adalah masa saya lagi ‘ngambek’ berat sama Tuhan). Maka undangan KKR (*Kebaktian Kebangunan Rohani, seperti ibadah Kristiani pada umumnya tapi acaranya tidak liturgis) dari  sebuah gereja di kawasann Senen saya abaikan, tapi suami saya berharap sekali menghadirinya. Waktu itu ada thema komunitas Manado berdoa, dan salah satu tamunya adalah Si Putri dan seorang ex-announcer stasiun TV swasta terbesar (sekitar tahun itu lho). Maka pulang dari KKR itu suamiku membawa’ sukacita’ yang besar dan kebanggan yang kemudian diimpartasikan kepada saya. Karena –menurut cerita suami– si putri ini lebih cantik aslinya, mulus dan kinclong abis, baik-hatinya, anggun tuturnya dan tulusnya bukan rekaan semata dan teristimewa  dia cinta Tuhan.
  
Duh.. duh.. duh, pikir saya (waktu itu) gue aja yang miskin, muka pas-pas an masih suka ngambek sama Tuhan. Sedangkan dia yang sudah mendekati kesempurnaan sangat cinta Tuhan. Somehow, somewhere but clearly Si Putri terlanjur menanamkan ‘kekaguman’ saya yang luar biasa kepadanya. Ditambah lagi tidak lama kemudian, si Putri mengeluarkan buku yang isinya kurang lebih: cantik bukan segalanya, otak yang terutama. Duh.. duh.. duh, lagi-lagi saya sumbang 4 jempol.

Ketika kemudian berpindah keyakinan, karena urusan asmara (atau politik kah??) let’s only heaven knows. Saya juga merasa sakit hati, marah, kesal dan shock. Sok banget  sih, emang siapa pula elo buat dia?? (iya sih nyadar juga sampe kesitu) but just feel this close to her *pasang kuku jempol diujung jari telunjuk. Hehehe, cuih-cuih  :p

Tapi hidup khan pilihan, hidup kan persepsi masing-masing, dan jangan lupa, sederet kepintaran dan prestasi (juga perlu dicatat: Si Putri keturunan orang pintar yang kenamaan ditanah asalnya), so enggga mungkinlah dia salah pilih #dalam persepsinya.  Menurut saya, sampai hari ini.

Nah sekarang ketika si putri jatuh, saya sama sekali tidak BERSYUKUR, apalagi ikut-ikutan nyumpahin  mampus, dan juga engga minat kotbah-kotbahin agar dia kembali ke jalan Tuhan. Khan dia sudah memilih ‘Tuhan’-nya, so mau dibalikin kemana lagi??? Biarkan saja  Si Putri menerima takdirnya dengan segala konsekwensi atas pilihanya. Kalaupun mau protes dan menghina, hinalah kelakukanya, cacilah tindakanya  –yang katanya– mencuri milik rakyat (masih tersangka belum terdakwa, kata tipi sih begitu, hargai azas praduga tak bersalah,,,hohoho).

Tapi jangan mengungkit-ungkit  agama, jangan HARUS mengait-ngaitkan semuanya karena ‘agama’, bukan pula harus narik-narik si putri yang  (saya sudah bilang berkali-kali) pintar dari sananya, untuk mengikuti agama kita (lagi).  Biarlah waktu menjawab, biarlah dia menikmati keikhlasan dan ketawakalannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan caranya sekarang. Biarlah pengadilan berjalan dengan baik. Biarlah kita yang percaya mukzizat itu nyata mendoakan dari jauuuuuuh, tanpa perlu menjadi hakim atas agamanya.    

1 Feb 2012

My amnesia's doctor


Belakangan ini saya merasa punya syndrome amnesia mendekati akut. Yach… thank God, ini masih termal pendek, tapi tetap aja sangat menganggu. Dalam beberapa hal kelupaan saya sempat membuat konflik yang cukup tajam dengan my hubby. Dan kesalahan saya adalah, ketika bermasalah dengan seorang teman tidur, kebayang dunk mual-enegnya seperti apa? Emosi tingkat nasional-lah pokonya, tingkat dewa ketinggian ah, hehehe... Banyak kali saya senewen sendiri sambil nahan semburan kalimat. Nah lho, karena engga enak sama mertua yang ada dirumah. Hihihi,,,

Setelah (saya dan suami) berkali-kali mencoba mereview... kenapa bisa jadi parah gini ya, apa masalah, apa sebab, apa musababnya? Tapi otak saya tidak mampu menjangkau memory yang lebih jauh lagi. Lalu  jawaban ini yang muncul: berawal sejak saya bekerja di perusahaan China. Hanya alasan ini yang menurut  saya paling relevan.

Bermodal keyakinan kalau saya punya kemampuan dan semangat kerja yang tinggi, serta telah terbiasa bekerja diperusahaan yang menganut etos kerja cukup tinggi. I am ready for all these...kata saya membatin. Tapi ternyata semuanya berbeda 180°. 

Ada teriakan-teriakan, yang isinya bukan sekedar perintah kerja, tapi ada makian, hinaan, celaan dll, adu domba, belum lagi tehnologi yang jauh dari kata cukup, transportasi menuju kerja, jam kerja dan segala system kerja yang berbeda. 

Semua benar-benar membuat saya seperti ‘anak baru’ yang ‘baru magang’. Pegang ini salah, cara begini engga bisa, mau begitu sikon tidak mendukung. Yang pasti 99.9% selama bekerja, saya merasa menjadi manusia paling bodoh diperusahaan. 

Ditambah lagi kepadatan jam kerja, membuat saya  kemudian cuti dari kuliah. Maka demikianlah nasib 3 bulan saya ini. Seperti katak terjebak di dalam gentong. Dunianya hanyalah kantor 90%. Hmm... engga terjebak juga kali?, khan saya yang memilih bekerja disitu. Tanpa terlebih dahulu mendalami track record perusahaan-nya. 

Dayly flow-nya adalah, pagi hari di-KRL (ekonomi pula): waw!!! Sikon bekerja; luar biasa!!!  Jadwal pulang; hebat!!! (ada di blog bulan October 2011).

Kemudian 4 bulan saya menganggur. Tanpa ada 1 manusia-pun yang selama ini saya kenal baik menyatakan simpatik atau belas kasihan atau bahkan sekedar bilang ‘hai!!’. Yups,, I’ve been there for many times actually.

Tapi ada beberapa yang saya anggap ‘orang-orang tulus’ yang sama sekali bukan golongan pengabai,  kemudian kenyataan menjawab lain. Okey-okey, tidak ada indikasi untk membuat nasib saya terlihat sangat dramatis,, yeah, close it!!  (blog bulan November 2011).

Tapi intinya saya belajar. Ternyata jika otak dibiarkan dalam kondisi ketakutan, serba salah dan tidak dimaksimalkan maka besar kemungkinan penyakit amnesia akan segera menghampiri. 

Jika otak di-relaksasi-kan dalam kata: menunggu dan berharap (walau waktu sudah menjawab), ternyata bisa membuat kita menjadi bodoh. 

Jika otak tidak di upgrade dengan menerima tantangan yang lebih besar lagi, maka sebentar lagi kebodohan akan menjadi teman baik. Paling tidak itu yang saya rasakan belakangan ini.  

Prinsip wait and see, yang sesungguhnya bukan paham saya. Malah membuat otak saya tumpul, kemudian mengelupaskan satu per satu memory lainya, yang ­-karena keterdesakan sikon- kurang saya prioritaskan.

Sampai hari saya belum benar-benar merasa pulih 100%. Tapi yang pasti, jauh lebih tenang. Karena semakin saya menyadari kelemahan ini, saya datang pada suami dan mengakuinya. Maka bahunya yang tersedia, dadanya yang lapang dan tanganya yang terbuka membuat saya tidak takut dengan kelemahan ini. 

Kemudian yang lebih saya butuhkan adalah kerendahan hati untuk mengakui-nya (berkali-kali) lagi dan kesadaran kalau saya butuh orang dalam kelemahan ini. And there he is <3.