When
I was just a kid, I saw my sister as a wise
guy. Mungkin
karena saya sadar diri sebagai orang yang temperamen dan gak sabaran. Which is karakter ini berbanding terbalik sama my sista yang not so talkative dan banyak
ngalahnya. Contohnya, saya punya banyak temen biasanya berawal dari dia.
Teman-teman dia pasti akan mengenali saya sebagai “adiknya Maria ya??”, lalu
kami berteman. Banyak ejaan-ejaan baru yang saya dapat dari dia, banyak pula
istilah-istilah yang saya contek sesungguhnya
dari dia. Mungkin karena dia punya pergaulan yang sebegitu luasnya, maka dia
bisa mengetahui banyak bahasa gaul dan istilah dalam pertemanan. Belum lagi
analisa-analisa pendeknya yang sering akhirnya
‘memaksa’ saya untuk setuju dengan
pemikirannya.
Dan buat saya it’s such a dummy things actually. But –mengingat TV dirumah hanya ada satu–, kami
terbiasa melihatan siaran TV yang sama. So
kalau tidak suka,, ya derita elo deh,, hehehe
Salah satu film yang dia
sukai adalah film BABE, Pig in the city. Kisah si babi dan si angsa ‘kerajinan’ yang
hidup damai disebuah peternakan.
Setau saya,, sebelum
jaman-jaman ‘anak 4l4Y’ sekarang
menjamur dengan homogennya, memanggil pacar dengan sebuatan sayang atau ayang adalah sebuah hal yang ‘sinetron’ bangetts, agak-agak sungkan,
lebay dan biasanya cuma dilakukan oleh segelintir pasangan yang punya nyali alias
PD lumanyan tebal. Dan menurut saya sih –duluuu–, saya sama sekali bukan tipe
sok imut begitu, dan gak bakal bisa membuka mulut untuk bilang “sayang”..apalagi “cinta”… NO!! Ooopss.
Akan tetapi, berawal dari keisengan saya yang
hoby ngoceh dan my ex-boyfren yang
sama sekali gak suka dipanggil namanya (terdengar kurang merdu katanya).
Mulailah saya iseng manggil-nya Peyang, seperti
“woi Peyang pulang yuk”.. Kenapa
peyang? Ya karena bahasa gaol kita waktu itu “pala lo peyang!!” hohoho… Yes, I
am so sarcastic man that age… sesungguhnya
itulah awalnya saya manggil my ex dengan
sebutan ‘sok imut’, kemudian mulai berputus di kalimat yang, sampai akhirnya jadi sayang. Jiahhh,,, orang yang kenal saya
dengan baik pasti akan berucap: “ elo tuh War yang ngomong!!”,, Upss.
Kami tidak lama
menggunakan panggilan sayang ini, karena memang
tidak lama setelah pacaran kami merrit. Sebenarnya alasan utama 'juga' adalah, karena saya selalu berasa rikuh jika keluarga besar
sedang rame, lalu saya memanggil suami dengan panggilan “sayang..” hadooh, rasanya
semua mata (seperti) mendelik. Yes I know. It
may just my imagination, tapi tetep
aja berasa gak nyaman.
Lalu teringat sebutan “babe”, nama untuk tokoh the
piggy di film Babe –my sist‘s
fav one–. Kembali aku iseng manggil suami dengan sebutan
babe.
Seingat saya my sist pernah bilang “that's
a cute name for pig”. Lagian menurut saya tidak banyak orang yang akan
‘ngeh dengan panggilan babe. It’s not yet common that time.
Serius deh,,, ini awalnya hanya sebuah panggilan konyol (dalam
pengertian saya), tapi kebetulan suami mengartikanya tetap in good perspective. I really call him babe, never been baby, beibeh, or that another sweet caller.
Saya benar-benar memanggilnya babe karena alasan ‘jahat’ dalam
tanda kutip besar dan kemudian berlanjut sampai menjadi label panggilan ‘imut’ kami
untuk waktu yang lama. :p
Sampai kemudian banyak ABG
yang saya kenal dan lihat, intinya --ABG 4L4y sekarang--, senengan-nya memanggil pacar
dengan panggilan agak-agak sok sendu dan berbau kebarat-barat-an. Tanpa ada
instruksi khusus, saya dan suami akan saling berpandangan tiap kali melihat
atau mendengar ABG yang kami kenal memanggil manja “beibs”. Apaan sih, sok imut banget kesanya!! Komentar saya. They
are just a kid, dan saya gak yakin mereka paham
‘arti’nya.
Tapi kemudian ‘memaksa’
saya mengucapkan our ‘babe’ in the hiding place,, kyaaaa… malu sendiri
berasa seperti teen 4l4y, tapi TETEP gak mau kalah #berasa pemegang hak cipta duluan sih,,, Hahaha.. I love you babe,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar