20 Apr 2011

Give Thanks

Pengertian mengucap syukur buat gue adalah, perjalanan mundur.  Refleksi hidup karena sesuatu yang tidak menyenangkan telah terjadi. Dimasa kejatuhan iman gue sebagai manusia ber-Tuhan, berkenalan lah gue dengan seorang pendeta ‘aneh’, ya ya.. Gue lebih suka memakai istilah itu, karena emang menurut gue dia aneh. Seorang pendeta dengan gaya bicara sok pinter tapi gaul, kaya orang slank. Penampilanya pun tidak seperti pendeta, lebih mirip supir. Tapi akhirnya gue menyadari kalau dia pendeta sejati, karena sekasar apapun gue berargument dia tetap akan melayani gue.
Satu pelajaran yang sangat gue inget dari beliau, disaat keuangan gue sedang NOL BESAR. Dan gue berdua masih jobless adalah : Bersyukur saja

Ya iya lah, lu engga nganggur bantah gue waktu itu (dalam hati sih), gue cuma  mencibir aja.  “Lihat anak-anak kamu sehat, suami kamu baik dan kamu sehat. Apa bedanya seribu dan sejuta?? Cuma cara kamu memaknainya. Khan Rasul Paulus bilang, aku tau apa artinya berkelimpahan dan apa artinya berkekurangan”
Puiih, jijay bajay gue dengernya waktu itu. Pengen emosi tapi kok ya engga pantes sama pendeta. Aduh,,, ini sih nasihat klasik untuk orang miskin batin gue. Meski pada akhirnya dia jugalah orang yang memperkenalkan gue pada dunia kerja, dengan pelayanannya dia ‘menitipkan’ gue pada salah satu jemaatnya yang pengusaha.
Bertahun-tahun kemudian, kalimat itu jadi rhema dihati gue. Gue coba bandingkan anak lelaki gue yang 3 tahun, yang menurut gue super cengeng dengan anak tetangga.. OMG, anak gue gak pernah teriak, memaksa apalagi sampai guling-gilingan untuk minta sesuatu. Dia juga engga pernah minta gendong, engga jorok seperti kebanyakan anak seumurnya, pun dia tidak meminta sesuatu dengan merengek.
Lalu anak perempuan gue, yang engga pernah malu-maluin. Anak-anak gue memang engga gue biasakan untuk meminta/minjam milik orang lain. Ajaran gue: kalau kamu mau seperti milik orang lain, pulang dan bilang sama mama. Boleh atau tidak itu nanti, tapi minta dirumah!!. 

Ke-2 anak gue tidak pernah ditegor tetangga karena alasan mengambil mainan, merampas, memukul, iseng (paling tidak sampai anak cowok gue SD kelas 2). Anak gue hospitally, apalagi yang pertama.. she’s belong to the neighborhood. Bahkan kita sekeluargaa dikenal karena anak gue, bukan karena dia anak pertama tapi karena emang dia sangat-sangat ramah. Anak sekecil itu udah keliling kampong gue tanpa pengawalan ortu.    
Ada satu kisah luar biasa. Suatu kali anak pertama gue yang waktu itu berumur 3 atau 4tahunan minta ikut gue ke kantor pos. Jarak dari Layur ke Kantor Pos hampir 1km, lewat pinggir kali, sepi dan banyak pohon bamboo. Sepulangnya dari kantor Pos kita sama-sama jalan lagi, kira-kira 20meteran gue baru ingat kalau ada yang ketinggalan dikantor pos. 

Karena gue bukan type “ibu penggendong”, gue tawarkan dia opsi, “kakak mau ikut apa pulang sendiri”. Seumur hidup engga akan gue lupa, tatapan bingungnya. Kelihatanya dia kasihan sama gue. “Nanti dekat rumah Abang Oo kakak belok ya”, ingatku berkali-kali. Lalu dia mengangguk dan berputar punggung dengan gue
Anak kurang dari 4 tahun man!! (gue ingat banget, karena waktu gue belum kerja, dan gue mulai kerja saat dia berumur  5 tahun lewat sebulan). Gila, gila dan gila... gue aja bingung sama gilanya gue, (teganya teganya teganya...). Dia beribu-bapak lho, bukan gelandangan yang terpaksa ‘berani’ karena keadaan, tapi memang Tuhan kasih gue anak yang amat sangat luar biasa.
Berapa banyak suami yang melek malam 100% untuk jaga bayi, atau masak nasi goreng meskipun lu mintanya tengah malam, masakin indomie plus teh manis sebelum lu bangun pagi. Atau ngurutin tiap kali lu kecapean, dan masih mau menasihati baik-baik ketika lu berteriak sama ibunya???
I’ve been bless with all these things, I’ve been graced by smart kids, I’ve been loved with purity.
Sampai sekarang gue belum kaya, hehehe….. pekerjaan suami gue juga belum membanggakan tapi bukan itu jawaban. 

Akhirnya setelah perjalanan panjang baru gue menyadari semua ucapan pendeta itu.  Makanya gue tidak pernah pusing dengan kaos gue yang harga 15rb-an, gue juga gak malu pamer sepatu gue yang harga 35rb-an, atau maksa pake henpon model sekarang walau (rasanya sih gue udah mampu). Juga gue tidak maksa kepingin seperti teman-teman gue yang hoby  ‘nyetarbuck'. Gue tidak pusing memilih tas buat dibawa kemanapun, yang penting ada dan gue tidak menyoal harganya yang 'hanya' 100rb per 3 biji.
Akhirnya, gue sampai juga pada pengetian, aku tau apa artinya kelimpahan dan apa itu kekurangan. Semuanya tetap dalam proses pertambahan kedewasaan juga siy,,, tapi secara manusia biasa yang normal yang juga punya banyak keinginan, gue merasa bahwa gue adalah type orang yang bersyukur, melihat kebawah, dan mencukupkan diri dalam segala keadaan.
Artinya, gue gak perlu lagi melihat pager tetangga untuk menghitung seberapa banyak berkat dia. Karena ternyata   BERKAT GUE JAUH LEBIH BANYAK…. Dalam segala ucapan syukur gue, pastinya!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar