21 Apr 2011

Ibu Manager

Bulan Oktober 2007, hari  Jum’at jam 12 kurang.
Gue malas aja turun untuk  makan siang. Jadi setelah ngambil jatah makanan, gue duduk lagi dibangku kerja. Ruang kantor kita engga ada sekat apa-apa, hanya lemari file setinggi 120cm yang memisahkan bagian gue sama bagian Keuangan. 

Samar-samar gue denger orang disebelah sana lagi ngegosip, padahal sih manager lho! Tapi menurut gue, wajar-wajar aja. Sadar diri, gue juga 'penyuka' gosip, hehehe... Tapi lama-lama cerita gosip itu makin panas. Baik bahasannya, baik juga yang ngomongin, dan juga gue. Nah lho,,, Jantung gue mulai dag dig dug. Ada namaku disebut, begitu kata lagu.

Bulan 5 yang lalu, gue pindah rumah. Sekalian  aja gue dan suami setuju buat mindahin sekolah si kakak. Secara gaji gue ‘gede’ banget, tidak cukuplah uang gaji gue menutupi kepindahan rumah plus pindah sekolah. 

Khan di kantor ada yang namanya loan, waktu gue mengajukan siy memang ini pinjaman kantor (pokonya diatas kertas bilang gitu). Tapi karena si ibu Manager ribet dengan system potong gaji yang emang gak seberapa, dan harus berhubungan dengan pihak manajemen. Maka dipembayaran ke-2 dia bikin deal sama gue, “anggap aja kamu minjem sama aku, jadi gaji kamu saya bayar penuh, terus kamu  cicil ke aku aja.”  

Jadilah pinjamam 2jt itu gue cicil ke ibu manager 3x lagi. Done pada waktunya. Gue bukan tipe yang suka menunda hutang. Bahkan kalau ngomong ideal, gue benci berhutang!. “Biar susah gak papa, asal hidup gak ada hutang”, begitu nyokab gue selalu mengajarkan.  

“Dia!! kalo bukan gara-gara gua sudah mampus mereka sekeluarga”.
 “Kalau bukan tangan gua yang ngasih dia duit, dikolong jembatan tuh anjing tinggal”.
“Dasar engga tau diri, engga tau terimaksih. Orang miskin, sombong”.
“Najis gua sama dia, orang kampungan engga berpendidikan”.
“dan bla..bla..bla..”. Yang intinya hinaan dan makian dengan kosa kata lainya.

Sudah beberapa minggu ini, gue lagi keranjingan acaranya Mario Teguh di O Channel. Waktu itu acaranya belum tenar banget, so I like it so much! Banyak kali gue merasa tercerahkan. Nah... Kamis malam Jumat beberapa waktu yang lalu, ada kalimat dia yang gue pegang banget. 

“Segala sesuatu yang tiddak meninggikan, membesarkan dan membangun. Just ignore”.
“Orang tidak suka dengan orang yang bebeda, semua orang berharap orang lain sama dengan dirinya, ketika dia sadari orang lain itu berbeda, dia akan terusik”.
Gue bagilah kalimat ini dengan suami. Dan kemudian dia nasihatin gue, “nah kamu sampai kapan masih akan selalu terpengaruh sama omongan orang? Kamu sadar khan kalu kamu tuh beda?... Inget, umur 20-30tahun adalah masa perubahan karakter, 40an mengejar karir dan 50an menikmati hasil”. 

Sejak pertama menikah, suami gue sudah pernah 'bagi' pemikiran ini ke gue, but I just ignore karena gue merasa ‘baik-baik’ saja. Tapi malam itu I take it so positive.
“Kamu jangan cuma senang dengan kata-kata seperti itu, jadikah rhema dihati. Ubahlah karaktermu, sebentar lagi kamu akan 30tahun. Kalau kamu gak berubah sekarang, kamu gak akan pernah berubah lagi”, begitu lagi kata suami. 

Masih hari  Jum’at jam 12-an lewat.
Dugaan gue bener, kalimat itu ditujuakan ibu Manager Keuangan buat gue. Dan sumpah mati sampai beberapa hari kemudian, GUE TIDAK TAU APA ALASAN-NYA. Anehnya, gue cuma deg-deg-an saat memastikan kalu mereka emang lagi ngomongin gue. Setelah yakin, gue biasa aja. Gak takut, gak perduli, gak terusik sama-sekali. 

Sampai jam istirahat selesai. Bahkan sampai jam 5 sore. Ibu Manager ini masih terus menerus memaki dengan sindirannya. Dari nama binatang, segala kemiskinan, segala kekayaan disebutnyalah dengan vulgar. 

“Gua nih anak orang kaya tapi gak sombong”, padahal setahu gue sih dia berasal dari kampong juga. “Emang orang, anak melarat aja sombong, angkuh, penjilat, ular...”. Semakin gue diam, kayanya dia tambah keki. Apalagi pas mau berpapasan (ditoilet, pantry, pintu atau tangga), gue langsung berbalik arah. Makanya dia tambah emosi dan terus (gaya) meludah dan memaki... cuah cuih la pokoknya.

You know what the most great??... Satu kantor diam! Bisu! Ketakutan! Menonton tanpa bereaksi. Hampir 15 orang diruang atas dan ada manager HRD. Bahkan sesama staf, teman-temen gue biasa makan bareng, tidak ada yang berani menegor gue. Bahkan... bahkan kemudian rekan se-department gue, sepanjang ibu Manager masih bekerja, TIDAK pernah sekali pun menegur gue.  

I’ve been totally ignore!!! So, demi kenyamana pribadi, gue pulang naik bus walaupun ada jemputan. Pulangnya, gue SANGAT beryukur sama Tuhan. Gue merasa luar biasa atas apa yang terjadi sama gue sepanjang hari itu. No ill feel at all...

Tapi jujur, ketika hari minggu gue mulai takut. Gue engga yakin, apakah akan bisa tenang lagi besok. Gila man!! Mawar githu lho, jangankan dihina kaya gitu. Ditegor agak gak soapn aja gue gak suka. Lupa diajak temen, gue bisa senewen mampus. Tapi ini, dicuekin TOTAL oleh semua semua teman dan dimaki-maki oleh seorang Manager Keuangan.
 
Kemudian... Sempat muterlah ide-ide konyol diotak gue. Ibu itu khan penyakitan, gue dorong sedikit aja dari tangga bisa guling, atau gue gampar aja trus habis perkara. Atau mobil barunya gue tusuk ban-nya, atau gue lempar aja computer ke kemukanya? palingan PHK... Tapi, tapi gue butuh pekerjaan banget, karena suami gue masih jobless. Tapi harga diri gue, tapi… semua muter liar dikepala gue.

Tibalah hari Senin. Kali ini si Ibu melakukan manuver lain. Dipanggilnya-lah tiap-tiap orang dari semua departemen yang ada untuk ‘dicuci otak’. Bagaimana gue tau? ya iya lah... dengan setengah teriak dan gayanya yang angkuh dia terus meracau, “akan gua hancurkan ya, dikira gua gak bisa bikin orang angkat kaki dari sini, lihat aja nanti. Pak lu tunggu  instruksi gua ya”. Katanya dengan semangat  sama manager HRD, dijawab dengan senyum gak jelas oleh si bapak.

Semua karyawan di interview (atau dicekok-in) diruang meeting, tanpa kecuali. Malah orang HRD dipanggil berkali-kali. Hebatnya lagi,,, tak ada satupun teman yang mau berbagi. I am forgotten at all... Just like last friday.

Cerita ini akhirnya berakhir, walapun gue gak bisa bilang bahagia. Paling tidak, akhirnya gue bisa mengambil hikmah besar. Sebuah pelajaran berharga dan mungkin akan gue kenang sepanjang hidup. 

Dimaki, dicaci, diabaikan, ditolak, ditelikung tanpa alasan yang gak jelas. Dan gue bisa diam.

 Ternyata,,,
Orang bisa gila tanpa perlu alasan. Ada orang yang mengaku  ‘besar’, tapi bisa takut sama orang yang dianggap ‘kecil’.  Untuk alasan yang juga engga jelas.


Keterdesakan bisa membuat kita tambah kuat, berjaya dan mandiri. Namun  satu hal yang paling gue ambil ilmunya adalah: gue akan lebih menghormati teman. Gue akan lebih menghargai orang lain. Gue engga akan pernah melupakan teman.


Karena jujur, bagaimanapun gue merasa sakit hati sekali. Gue teluka-hati dalam karena diabaikan teman dikala susah waktu itu. Gue merasa dibuang, dihempas dan dilempar kesampah hari itu. Lalu... kemudian gue berikrar sama diri sendiri... gue akan selalu berusaha ada saat siapun lagi susah, selama gue bisa. Tidak akan meninggalkan orang yang sedang sekarat. Semoga...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar