14 Des 2011

Tuhan dan aku


Bicara tentang Tuhan dan aku, mungkin bagi sebagain orang yang pernah kenal aku akan mencibir dan bilang munafik. Yeah I can’t deny it. Tapi perjalana hidup telah membuat aku mengenal Tuhan secara Pribadi. Membuat aku bisa bilang Tuhan itu baik, aku tau rencana Tuhan indah pada waktunya. Aku tau Tuhan ijinkan banyak hal terjadi untuk membuat aku menjadi lebih dewasa dalam iman.

Tapi ada satu hal pasti yang membuat aku menjadi teman baik Tuhan, adalah karena suamiku. Dialah yang menjadi mentor dan pembimbingku untuk mengenal Tuhan lebih dekat.

1997, selepas retreat disebuah teen ranch aku dibaptise selam. Sesudahnya selama beberapa waktu aku mengalami kebangunan rohani, sukacita dan cinta mula-mula. Every day is a bless.

Tapi ini tidak langsung membuat aku menjadi sahabat Tuhan. Sikap bapak yang keras dan kacamata perfectionist ku membuat dunia tidak terlihat menyenangkan untuk disahabati.

1999 aku menikah, dan suami menanamkan nilai agar kami selalu berharap pada Tuhan. Titik ini-pun tidak simsalabin membuat aku mencintai Tuhan dan suamiku.

Karena tidak lama setelah menikah suamiku dirumahkan dari pekerjaanya, juga lingkungan baru yang mengejutkan. Maka semua keteraturanku  mulai berantakan.

2001-2002, kejatuhan imanku pada dasar yang terrendah. Aku kecewa dengan situasi, kecewa dengan gereja, marah besar pada Tuhan. Aku benci pada semua pekerja gereja!. Di masa ini, aku merasa semua yang berbau Tuhan adalah munafik, kebohongan dan sandiwara belaka. Tidak ada satupun orang yang bisa diandalkan. Mereka hanya akan perduli ketika kamu cukup berduit, cukup berpendidikan dan cukup patuh dengan semua aturan mereka (buka aturan Tuhan) yang subjective. Pandangan dan cara hidup orang yang mengaku kenal dengan Tuhan ini ternyata tidak seindah yang mereka kotbahkan.

Tahun berjalan, musim juga berganti. Sekitar tahun 2003 aku dibangunkan oleh ketulusan doa suamiku dari marah besar pada Tuhan.

Suamiku yang terus berdoa malam setiap hari dan menumpangkan tangan diatas kepalaku... itu yang aku ingat. Masa ini tidak langsung membuat hubunganku pulih 100% dengan Tuhan. Yeah, paling tidak aku sudah mulai dengan sukarela melangkahkan kaki ke gereja. Aku juga  mulai membaca alkitab dan aku sudah mulai menerima masukan dari orang-orang ‘ber-Tuhan’.

Perjalanan-lah yang akhirnya membangunkan aku dari ‘kepicikan’ sudut pandangku yang marah pada Tuhan. Kusadari perlahan kalau anak-anakku tidak pernah secara khusus mendapat penanganan dokter sedari kecil. Kami tidak pernah kekurangan makan dan minum, walaupun suamiku cuma kuli harian.

Malahan, entah bagaimana yang pasti bukan hanya 1-2 orang yang sering datang kerumah mungilku untuk meminjam uang –sampai hari inipun. Bahkan sampai meminjam sembako.  Begitu banyak orang yang mengira kami ini golongan ‘mampu’-.

Di setiap natal kami mampu berpakaian baru dan menikmati makanan enak. Aku juga tidak pernah berhutang (justru ketika pendapatan naik aku mulai berhutang, hehehe... Tapi aku pastikan aku harus membayarnya). Aku diberkati dengan tetangga-tetangga yang banyak membantuku soal anak-anak.

Ternyata disekelilingku adalah berkat dan berkat dan berkat... dan semua bisa menjadi berkat atau kutuk adalah bagaimana aku memandangnya.
   
Sekarang aku berdiri disebuah gereja kecil yang sudah kukenal sejak aku mulai duduk dibangku SMP.  22 tahun sudah kukenal wajah-wajah ini, dan bukan tanpa terpaan badai perjalanan kami.

Karena sekalipun kita berdiri atas nama Tuhan, kami biasa beradu argument, kami saling mengkritik, kami saling menegur kami sering bersinggungan dan sering kali kami larut dalam emosi.

Aku pun sudah beberapa kali menjauhkan diri dari komunitas ini, tapi cinta mula-mula ku pada Tuhan membawa aku kembali ke tempat ini. Kemudian pengenalan pribadi akan Tuhan membuat kami kembali pada pengertian manusia ber-Tuhan.

Kami mengasihi satu sama lain walau sadar kami tidak sepenuhmya bisa saling menerima kekurangan orang lain, karena kami tau Tuhan tetap mengasihi kami. Memaafkan dan memahami satu sama lain adalah formula terberat dalam persinggungan. Dan perjalanan hidupku mengajarkan, ini adalah obat kecewa.

Gereja Kristus Apostolik, setelah 3 kali berganti nama akhirnya kami mendirikan sinode sendiri. Aliran gereja kharismatik yang telah mengajarkan aku menjadi manusia tangguh, pribadi yang mandiri, manusia yang bersyukur dan manusia yang mengerti mengandalkan Tuhan...

Komunitasku ini mengenalku lebih dekat dan jujur, mereka tau kemarahanku, mereka tau aku cerewet dan bawel, mereka tau karakterku, mereka mengerti jiwaku, they just know me so well... dan aku tau mereka mengasihiku dan mereka adalah supporter doaku yang pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar