Menikah adalah mempertemukan dua orang yang berbeda karakter dan –pastinya- jenis kelamin
kedalam satu kehidupan yang baru. Maka dua pribadi itu akan menata kehidupan
barunya dengan persepsi yang harus
disamakan, yang artinya memang 2 menjadi 1. Maka sering kali aku bingung dengan
kisah pernikahan yang setelah sekian tahun kemudian mengatakan, “kami sudah tidak cocok”. Hmm, from the beginning you should understand that you are difference both. So??
tapi kala pertama “cinta –memang- telah membiaskan semuanya’.
Buat aku menikah adalah 1 kali seumur hidup, and that for absolute. Kecuali dipisahkan oleh kematian. Jika ada
Pribadi-pribadi yang mengatas namakan –kecocokan, keselasrasan, kesesuaian dan
embel-embel kesamaan lainya sebagai dasar untuk menikah menurut aku itu kebodohan,
why?? karena manusia pada hakekatnya
berbeda rasa, berbeda mau, berbeda latar belakang dan semuanya berbeda..
So, semua hanya tinggal tunggu waktu. Jadi, aku termasuk orang yang tidak terlalu percaya, “cinta berdasarkan kecocokan”. Anyway, aku tidak mau membahas soal cinta disini, tapi aku mau sedikit menuliskan pemikiranku mengenai bagaimana pernikahan itu sekarang ini seolah memiliki nilai yang tidak beda dengan bisnis pencaloan.
So, semua hanya tinggal tunggu waktu. Jadi, aku termasuk orang yang tidak terlalu percaya, “cinta berdasarkan kecocokan”. Anyway, aku tidak mau membahas soal cinta disini, tapi aku mau sedikit menuliskan pemikiranku mengenai bagaimana pernikahan itu sekarang ini seolah memiliki nilai yang tidak beda dengan bisnis pencaloan.
Bagaimana bisa tinggal serumah dalam ikatan ‘kebutuhan biologis barter
materi’ dengan waktu tertentu, bisa ditafsirkan sebagai penikahan. Juga bagaimana
dengan mudahnya 'ikatan' itu dibuat setelah
salah satu pihak merasa dirugikan... Dan atas nama norma harus ada ikatan
yang ‘menghahalkan’. Maka menjadi ambigu-lah
nilai 'komitmen' yang seharusnya terpatri
kuat dalam sumpah pernikahan itu. Buyar-lah makna ‘lembaga’ yang hakiki.
Sebenarnya kisah perjalanku menuju pernikahan juga tidak sempurna, tapi jauh dalam lubuk hatiku, aku tau pernikahan hanya 1x seumur hidup. So, aku selalu pastikan langkah yang salah ini akan diperbaiki didepannya.
Sebenarnya kisah perjalanku menuju pernikahan juga tidak sempurna, tapi jauh dalam lubuk hatiku, aku tau pernikahan hanya 1x seumur hidup. So, aku selalu pastikan langkah yang salah ini akan diperbaiki didepannya.
Tanpa bermaksud menghakimi, –kalaupun
akhirnya terkesan demikian-. Coba bayangkan betapa banyakanya penikahan yang
dilakukan karena tuntutan sikon, (umur, kehamilan, tugas, target, emosi, de el
es be) kemudian ini hanya seumur jagung.
Perlu diketahui dengan pasti, aku bukan golongan orang yang setuju dengan budaya Kumpul Kebo. Sama sekali TIDAK SETUJU. Tapi kemudian kenapa kita mesti memaki kebiasaaan barat yang, –katanya- punya hobby kumpul kebo. Bukankah menikah tanpa mengerti dasar dan tujuan dari penikahan yang sakral, adalah hampir sama pengertianya dengan kumpul kebo... Maka, pernikahan hanyalah alasan agar praktek hubungan badan terlihat “halal”.
Perlu diketahui dengan pasti, aku bukan golongan orang yang setuju dengan budaya Kumpul Kebo. Sama sekali TIDAK SETUJU. Tapi kemudian kenapa kita mesti memaki kebiasaaan barat yang, –katanya- punya hobby kumpul kebo. Bukankah menikah tanpa mengerti dasar dan tujuan dari penikahan yang sakral, adalah hampir sama pengertianya dengan kumpul kebo... Maka, pernikahan hanyalah alasan agar praktek hubungan badan terlihat “halal”.
Tradisi kawin kontak, kawin dibawah tangan, kawin karena tertangkap
petugas (moral kah??), kawin dengan anak dibawah umur... Bukankah ini lebih
mirip ke lelucon anak kecil yang menutupi kebohongan dengan sebuah bualan lain.
Apalagi ketika dasar sebuah keyakinan coba di halalkan demi “sebuah penikahan” (baca: yang tambahan dan atau dadakan..). Bukanya ini naïf bin munafik plus tolol, menurut aku.
Apalagi meminjam istilah seseorang kenamaan, yang ketika ketangkap “just marriage” untuk kesekian kalinya dengan BIJAKSINI-NYA bilang, “lebih baik nikah sirih dari pada zinah”.. Sampai hari ini aku masih bingung, “dimana lebih baiknya ya??”. Bukanya itu 11-12/pada baen/sami mawon. Toh targetnya sama, (kalau aku bilang niat, nanti bisa dikembalikan= hanya Tuhan yang tau NIAT..hadeehh, kalimat indah hipokrit lainya..) hubungan sexual, Physical attraction dan kesempatan diselipan kelebaran akal yang bulus.
Apalagi ketika dasar sebuah keyakinan coba di halalkan demi “sebuah penikahan” (baca: yang tambahan dan atau dadakan..). Bukanya ini naïf bin munafik plus tolol, menurut aku.
Apalagi meminjam istilah seseorang kenamaan, yang ketika ketangkap “just marriage” untuk kesekian kalinya dengan BIJAKSINI-NYA bilang, “lebih baik nikah sirih dari pada zinah”.. Sampai hari ini aku masih bingung, “dimana lebih baiknya ya??”. Bukanya itu 11-12/pada baen/sami mawon. Toh targetnya sama, (kalau aku bilang niat, nanti bisa dikembalikan= hanya Tuhan yang tau NIAT..hadeehh, kalimat indah hipokrit lainya..) hubungan sexual, Physical attraction dan kesempatan diselipan kelebaran akal yang bulus.
Opini aku, menikah
adalah komitmen, sumpah dihadapan Tuhan dengan segenap jiwa dan hati. Pernikahan
adalah membentuk suatu komunitas kecil baru yang berazaskan pengertian,
kepercayaan,pemberian dan penerimaan yang –kenyataanya- memang tidak selalu
adil. Tapi yang pasti, nilainya lebih dari sekedar harta dan tubuh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar