23 Nov 2011

Harta atau Tubuh??



Menikah adalah mempertemukan dua orang yang  berbeda karakter dan –pastinya- jenis kelamin kedalam satu kehidupan yang baru. Maka dua pribadi itu akan menata kehidupan barunya dengan persepsi yang harus disamakan, yang artinya memang 2 menjadi 1. Maka sering kali aku bingung dengan kisah pernikahan yang setelah sekian tahun kemudian mengatakan,  “kami sudah tidak cocok”. Hmm,  from the beginning you should understand that you are difference both. So?? tapi kala pertama “cinta –memang- telah membiaskan semuanya’.

Buat aku menikah adalah 1 kali seumur hidup, and that for absolute. Kecuali dipisahkan oleh kematian. Jika ada Pribadi-pribadi yang mengatas namakan –kecocokan, keselasrasan, kesesuaian dan embel-embel kesamaan lainya sebagai dasar untuk menikah menurut aku itu kebodohan, why?? karena manusia pada hakekatnya berbeda rasa, berbeda mau, berbeda latar belakang dan semuanya berbeda.. 

So, semua hanya tinggal tunggu waktu. Jadi, aku termasuk orang yang tidak terlalu percaya, “cinta berdasarkan kecocokan”. Anyway, aku tidak mau membahas soal cinta disini, tapi aku mau sedikit  menuliskan pemikiranku mengenai bagaimana pernikahan itu sekarang ini seolah memiliki nilai yang tidak beda dengan bisnis pencaloan.

Bagaimana bisa tinggal serumah dalam ikatan ‘kebutuhan biologis barter materi’ dengan waktu tertentu, bisa ditafsirkan sebagai penikahan. Juga bagaimana dengan mudahnya 'ikatan' itu dibuat setelah salah satu pihak merasa dirugikan... Dan atas nama norma harus ada ikatan yang ‘menghahalkan’. Maka  menjadi ambigu-lah  nilai 'komitmen' yang seharusnya terpatri kuat dalam sumpah pernikahan itu. Buyar-lah makna ‘lembaga’ yang hakiki. 

Sebenarnya kisah perjalanku menuju pernikahan juga tidak sempurna, tapi jauh dalam lubuk hatiku, aku tau pernikahan hanya 1x seumur hidup. So, aku selalu pastikan langkah yang salah ini akan diperbaiki didepannya.

Tanpa bermaksud menghakimi, –kalaupun akhirnya terkesan demikian-. Coba bayangkan betapa banyakanya penikahan yang dilakukan karena tuntutan sikon, (umur, kehamilan, tugas, target, emosi, de el es be) kemudian ini hanya seumur jagung. 

Perlu diketahui dengan pasti, aku bukan golongan orang yang setuju dengan budaya Kumpul Kebo. Sama sekali TIDAK SETUJU. Tapi kemudian kenapa kita mesti memaki kebiasaaan barat yang, –katanya- punya hobby kumpul kebo. Bukankah menikah tanpa mengerti dasar dan tujuan dari penikahan yang sakral, adalah hampir sama pengertianya dengan kumpul kebo... Maka, pernikahan hanyalah alasan agar praktek hubungan badan terlihat “halal”.

Tradisi kawin kontak, kawin dibawah tangan, kawin karena tertangkap petugas (moral kah??), kawin dengan anak dibawah umur... Bukankah ini lebih mirip ke lelucon anak kecil yang menutupi kebohongan dengan sebuah bualan lain.  

Apalagi ketika dasar sebuah keyakinan coba di halalkan demi “sebuah penikahan” (baca: yang tambahan dan atau dadakan..). Bukanya ini naïf bin munafik plus tolol, menurut aku.

Apalagi meminjam istilah seseorang kenamaan, yang ketika ketangkap “just marriage”  untuk kesekian kalinya dengan BIJAKSINI-NYA bilang,  “lebih baik nikah sirih dari pada zinah”.. Sampai hari ini aku masih bingung, “dimana lebih baiknya ya??”. Bukanya itu 11-12/pada baen/sami mawon. Toh targetnya sama, (kalau aku bilang niat, nanti bisa dikembalikan= hanya Tuhan yang tau NIAT..hadeehh, kalimat indah hipokrit lainya..) hubungan sexual, Physical attraction dan kesempatan diselipan kelebaran akal yang bulus.

Opini aku, menikah adalah komitmen, sumpah dihadapan Tuhan dengan segenap jiwa dan hati. Pernikahan adalah membentuk suatu komunitas kecil baru yang berazaskan pengertian, kepercayaan,pemberian dan penerimaan yang –kenyataanya- memang tidak selalu adil. Tapi yang pasti, nilainya lebih dari sekedar harta dan tubuh..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar