30 Nov 2011

Possitive Thinking


Gue jadi suka rada rancu dengan kalimat “negative thinking”… kalimat ini kok kelihatanya jadi semacam penghakiman orang ke orang lain atas “pandangan yang tidak selaras”. As a pesonal gue emang bukan orang yang cukup familiar dengan kalimat positive. Karena sedari kecil bokap  en nyokab lebih banyak nanamin nilai-nilai kejujuran. 

So selama ini, dunia yang lebih gue kenal adalah: Bohong Vs Jujur dan diantara keduanya, yaitu abu-abu –yang gue lebih mengartikan ke munafik dan atau cuci tangan (cari ensiklopedi soal meaning of Pontius Pilatus)- this is my perseption only.

Then belakangan ini atas nama motivasi, kebangunan diri dan self improvement kalimat negative thinking menjadi seperti kata mutiara “be yours self” in the mid of tahun 90-an. 

Okey gue setujulah, memang some people understood it exactly, they know what they talked about this “positive thinking”. 

Yang gue secara pribadi lebih mendalaminya dan suka mengutipnya setelah baca buku The Secret, (gara-gara lihat di Oprah, then thank God gue dapat beli bajakanya..hehehe) karangan Ronda Whyne. Berkali-kali –gue baca berulang-ulang-, buat as Christian actually I’ve heard this word ever since I don’t understand the meaning actually.  

Nasihat Rasul Paulus buat jemaat di Philipi, those are awesome word dan belakangan banyak banget dikutip para motivator dengan bahasa yang sesuaikan dengan genre-nya (music kale pake genre... hihihi).

Adalah orang yang gue rasa  ‘tidak begitu dekat’ dengannya, dan kemudian gue berfikir berali-kali untuk meng-sms, bbm, e-mail atau cari info–kecuali ada suatu occasion khusus soal dia, misalnya Ultah, ngabarin anak sakit,atau apapun yang gue anggep pantas dibagi–ke doi.  Lalu apakah ini akan lu sebut Neg-Think?? 

Atau ketika seseorang yang gue anggap sebagai orang yang paling 'deket’ dengan gue, tiba-tiba kemudian mengeluarkan statement,  “kirain gue elo takut ngadepin gue, dan bla bla bla”... Hah, I don’t even say any single word actually, not even!!!  Whose the Neg-Thinker here actually...  *Doi berasumsi gue neg-think, tapi kalimat 'kecurigaan' pertama dikeluarkan oleh 'nya'.

Tapi kemudian statement Neg-Think ini malah jadi sering disematkan ke gue ketika kita berbincang-bincang… Suatu kali –seseorang yang gue pikir common with my hobby. I share her  something which is 'kita banget'. You know what the reply? None at all, padahal baru saja kita berbincang-bicang  dan sharing.

Yang ada kemudian besoknya dia suruh gue melihat hoby baru dia, lalu hoby gue yang kemarin apa kabar dunk?? Salah gak siy kalau kemudian gue 'takut' berbagi hoby dengan dia lagi. Negatifkah itu namanya?... Kesalahankah ketika gue merasa dia gak tertarik sama hoby gue?? Karna kemudian gue berpikir better not share anything anymore  

Ketika seorang teman yang gue anggep so indepthtidak mengikut sertakan nama gue dalam sebuah undangan. Apakah 'salah' ketika gue merasa terlupakan.. what should you hope me to think?? Be positive aja lah...  Mungkin lupa, belum ketulis, mungkin nanti kali –kalu acaranya udah bubaran kali yaa? Atau just say thanks (mengucap syukur-maksud gue). 

Kemudian, apakah ekspresi ketidak-nyamanan gue, perasaan sakit hati, kaget, takut, malas, menunggu dan menanti tanda-tanda  HARUS selalu diartikan dengan NEG-THINK???

 
Suatu hari anak gue bermain dengan anak yang (sorry berkesan neg-think sangad) terkenal nakal, dengan terus merepet suami gue (orang paling sok bijak didunia –menurut gue) ngomel dan teriakain anak gue untuk pulang. 

Gue malah ikutan ngomelin suami karena gue paling gak suka orang Neg-Think sama anak kecil (they just don’t understand what they did)... Tidak sampe sejam anak gue pulang dengan meraung-raung. Ter/aspal panas mental TEPAT dekat matanya. 

FYI, orangtuanya ngelihatin mereka main lho! God know it. Lalu nganterin anak gue pulang sambil cengngengesan.  “Ini anak-anak mainnya bahaya”, katanya dengan enteng dan datar, senyumnya masih sumringah.  

Si besar juga pernah, pulang main –dengan anak nakal lainya tanpa suara tanpa laporan apa-apa langsung memojok di dapur. 6 orang bocah-bocah ramai mengadukan sebuah kejadian  “Jen digebukin Kiki”, cerita mereka saling berebut bersuara duluan... positif dunk!  

Gue tidak mau mempermasalahkan anak tetangga karena menurut gue anak main bersama karena maunya sendiri. Lagi juga sejak awal kita sudah ngingetin... Maka, tak gue sentuh omongan itu anak tetangga, just ignore it

Sampai para bocah kecil itu cerita lagi,  “kakak sampe pingsan”… Hah, panic dunk gue, gue peganglah kepalanya... tepat seperti cerita anak-anak tadi. Ada bekas pukulan besi payung memanjang dari jidat sampai tengkorak kepala tengah, tangannya besut-besut karena diseret (walau petinju, kami me-mantangkan anak-anak untu membalas pukulan. Pukulan hanya ada di atas ring. Ini harga mati!!) pahanya merah dan lebam karena diinjak-injak. 

So masih disebut Neg-Think kah kalau sampai hari ini gue sangat-sangat bawelisme kalau anak-anak gue mendekati mereka???

Give me a break man!!! Orang hidup itu punya rasa, pandangan, etika , estetika dan harapan dan semuanya dalam sudut pandang masing-masing.  

Sometimes bahkan many times ketika semuanya tidak melulu berjalan sesuai irama hati, wajarlah jika ada ekspresi yang mengikutinya. Tapi ini engga melulu harus diartikan Neg-Think kali. (kecuali kamu orang yang sangat-sangat-sangat rendah hati dan belapang… and I don’t think I am that perfect). 

Selama manusia masih menjejak kan kakinya ditanah dan masih bersosialisasi dengan lingkunganya, maka macam-macam perasaan itu akan selalu ada. Selalu ada ekspresi atas sebuah kejadian, sebab karena sebuah akibat, hasil sebuah kejadian. 

Dan jika kadar perjumpaan –pun- hanya  setahun sekali,  apakah tidak terlalu “bijaksini” jika kita HOBBY melabeli orang dengan kalimat Neg-Thing. Karena alasan-alasan yang hanya diketahui hati orang dan pengalaman orang.

Hanya karena jiwa yang sangat ekspresif lalu kita ujug-ujug merasa “dia salah” dengan pemikiranya. Apakah kecerewetan, kewaspadaan, ketakutan. persepsi yang beda, kebiasaan/adat, gaya yang berbeda  HARUS (selalu) diartikan Pemikiran yang Salah. Please recheck the track record first baru cobalah menilai (lagi)...


Kalau buat gue segala sebab adalah karena akibat dan gue lagi belajar “put my feet on the other shoes”. Try to understand dulu baru judging #kebalik dari kebiasaan masa muda gue#. Dan ini adalah 1 pelajaran yang sekarang harus gue gali lagi lebih dalam, karna tahun 2000-an suami gue pernah kuliahin gue soal ini and then I said  “Iye,  I will choose the branded one shoes”. Hehehe..

@all the wise man dan atau –yang selalu merasa- positif person. Please give me an advise… and please be possitive  coz  it's a compliment  for a people like you.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar