11 Nov 2011

Sedikit Inspirasi


Ada beberapa kalimat yang membuat saya menyunggingkan bibir sinis ketika mendengarnya, memang kebanyakan terucap pada saat yang –biasanya- sangat terdesak atau posisi yang tidak menyenangkan tapi kalau kalimat ini kembali direnungi, maka pengertianya akan menjadi ambigu. 

Misalnya ketika hal buruk terjadi pada seorang anak, ada orang tua ataupun masyarakat akan mengucapkan “dia adalah anak satu-satunya”, hah.. lalu apakah jika dia memiliki 5 orang anak maka salah satunya “layak” terluka, ada lagi kalimat “mana anaknya baik, sopan, pintar kenapa dia ya yang mengalami musibah?”, kalimat seperti ini  seperti menciptakan kesan bahwa anak-anak yang kurang baik ‘lebih pantas’ mengalai suatu hal buruk. 

Pemikiran saya ini semakin kuat ketika menyakiskan acara Oprah Show, dimana Marry Osmond –penyanyi yang sudah memiliki panggungnya sendiri sejak usia sangat belia- dimana seorang anaknya meninggal dunia, dan dia memiliki 5 orang anak lagi. Saya terharu biru dengan kalimanya “ya aku tau, aku masih punya 5 anak lagi tapi anakku Michael tak akan tergantikan. Itu bukan alasan aku bisa dengan mudah melupakanya” yess, this is what I mean. Setiap anak seharusnya memiliki pos-pos tersendiri dihati orang tuanya, terlepas soal kelebihan dan kekuranganya.

M. Amanatullah, seorang pemuda tanpa tangan dan kaki yang juga tidak sempurna (pertama saya melihat di acara Kick Andy), saya sangat dikuatkan oleh kalimat si ibu yang selalu menjawab sama ketika diwawancarai “apa tidak malu dengan kondisi Aam?” -nama kecil M. Amanatullah-. “Ya tidaklah, wong sejak kecil sudah dikeluarkan, dan dibiasakan berteman, tidak ada yang ditutup-tutupi jadi biasa aja”..yes mum, inilah yang sebaiknya dilakukan para orangtua ketika menyadari ada kekurangan pada buah hatinya. Biarkan dunia menerima dia apanya, biar alam menyeleksi siapa yang memandangnya sebagai subject siapa yang menilainya hanya sebagai object, dan biarkan anak dengan ‘nalurinya’ belajar hidup sebagaimana mestinya.

Saya suka FaceBook, ya sudah pernah saya ceritakan di blog saya sebelumnya, tapi belakangan agak malas dan bingung dengan status-status yang akan saya update. Jadi belakangan ini saya lebih suka mengomentari dan melihat-lihat berita-berita update teman. Tapi kemarin saya dapat jawabanya, terilhami oleh kalimatnya Panda –siceriwis- yang sedang dimintai komen-nya soal Tweeter, “you are what you tweet” katanya, ”tapi sekarang trendnya memang agak beda Tweet udah dikarang-karang lebih ke membuat image, biar terlihat seperti orang baik”…  

Yuhuuuu, ini yang mulai saya rasakan dengan status FB, walau tidak setuju dengan FB yang statusnya hanya berisi caci-maki, keluh-kesah, dan unjuk posisi. Tapi kenyataannya itu yang saya alami. kalau saya lebih suka memakai kalimat-kalimat parable, tapi intinya saya suka juga menuliskan kekesalan saya di FB. Demikian juga kebahagiaan saya, temuan baru saya, apa yang menginspirasi dan menguatkan saya.. tapi belakangan saya menyadari kalau saya juga mulai merasa munafik dengan status saya. Banyak berpesan yang kadang-kadang saya sendiri tidak yakin dengan maksud dan tujuanya hanya demi ngeksist –apalagi sejak pakai smartphone- maunya gatal aja jempol ini untuk terus mengetik, bahkan yang tidak penting sekalipun. So no meaning,,,

Saya mau diet, jauh sebelum tubuh saya lebih besar dari sekarangpun keinginan itu sudah selalu menggebu-gebu dihati. Tapi thank God, sering menonton acara bermutu (paling tidak saya merasa demikian, hehehe..) seperti berita local dan luar negeri, acara kesehatan dan pastinya Oprah Winfrey Show. Saya sadar kalau kurus memang bukan harga mati sebuah kecantikan. Masih banyak anak-anak Afrika sana yang bahkan mengais sampah hanya sekedar untuk makan, dan ternyata janganlah jauh di benua seberang sana, wilayah Jabodetabek saja banyak anak yang kurang gizi bahkan sekarangpun marak bayi-bayi yang lahir dengan banyak keanehan-keanehan medis. Semuanya bermuara pada: kurang pangan!!

Masih banyak lagi hal-hal yang menginspirasi dan mematri sudut pandang saya akan kehidupan yang keras dan keseharian yang sederhana ini dengan pola yang –mungkin- jauh bebeda dari kebanyakan wanita seusia saya. Apalagi dengan status saya bekerja, yang artinya –menurut saya- gaya hidup, tren, merk, image dan juga kebiasaan yang umum (didunia bekerja) adalah budaya yang harus saya ikuti. Tapi pembelajaran hidup, pengalaman ekstra ordinary, kekurangan fisik maupun kehidupan orang lain yang dibarengi dengan kegagahannya dalam menjalani hidup, berkat yang saya miliki dan kekurangan-kekurangan yang masih saja saya alami baik secara moral dan material semuanya seolah berpadu dan memberikan warna tersendiri dalam saya menyikapi hidup dan kondisi. Sudut pandang yang –mungkin- banyak orang akan setuju, tapi tidak mudah untuk hidup didalamnya –bahkan bagi saya sendiri-. But somehow ..Thank God, for put that mind on me.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar