20 Jan 2012

Mau ketemu bapak menteri,,,


Entah kenapa, meskipun aku bisa paham tapi masih suka aja sedih bin kesel dengan statement-statement orang yang terlalu sinis dengan demo. Menurut aku demo tidak melulu berarti buruk. Yah.. ada juga demo yang menurut aku tujuannya terlalu munafik dan TIDAK beralasan: yaitu, demo dengan bawa-bawa keyakinan dan menafikan keyakinan orang lain, sambil mulut meneriakan nama Tuhan dan tangan merusak property orang lain  juga sambil ngatur-ngatur ‘moral’ orang. Terlepas soal agama apa itu, that’s a such of stupid dummy things for me.

Tapi kalau ada keramaian demo buruh?,
sebagai ‘mantan buruh’.  Ya jujur, sekarang aku merasa sudah ‘sedikit’ keluar dari istilah buruh secara kontekstual. Walaupun aku sekarang masih buruh (bekerja untuk orang lain dan masih bergantung dari gaji), —minimal aku sudah duduk dibelakang computer— (tidak mau sok merendah  dengan bilang ‘semua juga buruh’ tapi ‘sadar  jabatan’ dan apatis dengan aktifitas buruh).

Aku bukan penyuka anarkis, sama sekali bukan. Aku bukan pula pendukung kerusuhan... bukan pula aktifis kemanusiaan atau aktifis pembela hak pekerja. Tapi cukup mengerti –karena lama diposisi ini... mungkin– kenapa sebagian besar buruh ‘suka’ berdemo. Aku miris dengan komentar-komentar petinggi dan non-buruh yang sinis dan skeptic. Bahkan banyak yang kotbah dengan dalil agama, bagaimana sebab-akibat dari sebuah demo... iya aku tidak bilang ini selalu benar, tapi cobalah buka mata dan lihat kenyataan bagaimana nasib buruh di Indonesia.

Menurut aku, apakah ini karena aku tipikal orang yang sok humanis, atau memang kerena aku lahir dikeluarga buruh. Hmm, ataukan memang aku marah dengan ketidak adilan ataukan karena jiwa rebelism itu memang ada didarahku. Aku (merasa) tidak takut berdekatan dengan para pendemo, karena menurut aku niat mereka hanya ‘menuntut kelayakan’. 

Dan yang perlu kita lakukan hanyalah MENUNJUKAN  ‘kerjasama’ dan ‘dukungan’. Kalaupun (kenyataanya)  —mungkin, kita merasa sudah cukup dengan kehidupan kita—. Mari tunjukan kita Peduli.
Karena banyak dari mereka (memang) BELUM menikmati kelayakan, toh yang mereka tuntut hanya “sampai biaya kelayakan hidup”.
 
Maka seandainya pun kita masih belum bisa saling memahami, mbok ya mari sedikit ‘mengalah’ dengan massa-nya (lupakan mereka ‘buruh’). Yang pasti mereka (seperti kebanyakan para pendemo lainya) merasa sedang dalam ‘perasaan’ terbuang, terlupakan dan termarjinalkan. Maka ‘terpaksa’ kita ‘harus’ mengalah dan perlu banyak bijaksana dalam menyikapinya. Karena kita tau bagaimana (bisa) buas-nya jika perasaan luka itu diabaikan…

*Hidup buruh!!! Aku masih berfikir bagaimana caranya agar demo bisa berjalan tanpa ada tindakan anarkis (sekecil apapun) dan juga ada kerjasama yang baik (dari semua pihak).

Ada yang bisa mempertemukan aku dengan bapak menteri tenaga kerja??? Fuiihhh,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar