Entah
kenapa, meskipun aku bisa paham tapi masih suka aja sedih bin kesel dengan
statement-statement orang yang terlalu sinis dengan demo. Menurut aku demo
tidak melulu berarti buruk. Yah.. ada juga demo yang menurut aku tujuannya
terlalu munafik dan TIDAK beralasan: yaitu, demo dengan bawa-bawa keyakinan dan
menafikan keyakinan orang lain, sambil mulut meneriakan nama Tuhan dan tangan
merusak property orang lain juga sambil ngatur-ngatur ‘moral’ orang. Terlepas
soal agama apa itu, that’s a such of
stupid dummy things for me.
Tapi
kalau ada keramaian demo buruh?,
sebagai
‘mantan buruh’. Ya jujur, sekarang aku merasa sudah ‘sedikit’ keluar dari istilah
buruh secara kontekstual. Walaupun aku sekarang masih buruh (bekerja untuk
orang lain dan masih bergantung dari gaji), —minimal aku sudah duduk dibelakang
computer— (tidak mau sok merendah dengan
bilang ‘semua juga buruh’ tapi ‘sadar jabatan’
dan apatis dengan aktifitas buruh).
Aku
bukan penyuka anarkis, sama sekali bukan. Aku bukan pula pendukung kerusuhan... bukan
pula aktifis kemanusiaan atau aktifis pembela hak pekerja. Tapi
cukup mengerti –karena lama diposisi ini... mungkin– kenapa sebagian besar buruh ‘suka’
berdemo. Aku miris dengan komentar-komentar petinggi dan non-buruh yang sinis
dan skeptic. Bahkan banyak yang kotbah dengan dalil agama, bagaimana sebab-akibat
dari sebuah demo... iya aku tidak bilang ini selalu benar, tapi cobalah buka
mata dan lihat kenyataan bagaimana nasib buruh di Indonesia.
Menurut
aku, apakah ini karena aku tipikal orang yang sok humanis, atau memang kerena aku
lahir dikeluarga buruh. Hmm, ataukan memang aku marah dengan ketidak adilan ataukan
karena jiwa rebelism itu memang ada didarahku. Aku (merasa) tidak takut
berdekatan dengan para pendemo, karena menurut aku niat mereka hanya ‘menuntut
kelayakan’.
Dan yang perlu kita lakukan hanyalah MENUNJUKAN ‘kerjasama’ dan ‘dukungan’. Kalaupun (kenyataanya) —mungkin, kita merasa sudah cukup dengan kehidupan kita—. Mari tunjukan kita Peduli.
Dan yang perlu kita lakukan hanyalah MENUNJUKAN ‘kerjasama’ dan ‘dukungan’. Kalaupun (kenyataanya) —mungkin, kita merasa sudah cukup dengan kehidupan kita—. Mari tunjukan kita Peduli.
Karena
banyak dari mereka (memang) BELUM menikmati kelayakan, toh yang mereka tuntut
hanya “sampai biaya kelayakan hidup”.
Maka
seandainya pun kita masih belum bisa saling memahami, mbok ya mari sedikit ‘mengalah’ dengan massa-nya (lupakan mereka ‘buruh’).
Yang pasti mereka (seperti kebanyakan para pendemo lainya) merasa sedang dalam ‘perasaan’
terbuang, terlupakan dan termarjinalkan. Maka ‘terpaksa’ kita ‘harus’ mengalah
dan perlu banyak bijaksana dalam menyikapinya. Karena kita tau bagaimana (bisa)
buas-nya jika perasaan luka itu diabaikan…
*Hidup
buruh!!! Aku masih berfikir bagaimana caranya agar demo bisa berjalan tanpa ada
tindakan anarkis (sekecil apapun) dan juga ada kerjasama yang baik (dari semua
pihak).
Ada
yang bisa mempertemukan aku dengan bapak menteri tenaga kerja??? Fuiihhh,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar