19 Jan 2012

STOP BULLYING


Aku lihat acara Mata Najwa semalam (18-Jan-2012) tapi yang membawa acara adalah Mba’ Kania Sutisnawinata (semoga spelling-nya benar, hehe) terpana dengan bahasannya: TUNJUK KUASA. Bagaimana tradisi bullying semakin marak tapi terselubung di sekitar kita.

Yang aku tau sejauh ini, bullying itu adalah: tindakan secara fisik terhadap orang lain karena  dasar ‘rasa tidak suka’, nah batasan tidak suka ini sulit didefinisikan. Tapi semalam aku mendapatkan jawaban yang lebih tepat dan persis seperti apa yang aku pikir selama ini tapi tidak berani terucap karena berkesan asumsi: orang ‘menekan’ orang lain pasti karena alasan kekuasaan.

Teringat kisah temanku yang selalu dibulan-bulan Ibu GA atau kisah ku dengan Ibu Manager yang berusaha menekan aku sekuat kekuasaanya. Aku mengerti sekarang: AKU MENOLAK DI BULLY, itulah sebabnya mereka (semakin) berusaha keras menjatuhkan aku.

2005 awal, masuk kantor baru dengan suasana ‘aneh’. Ada tokoh central diperusahaan ini (perempuan, usia matang, belum menikah) dan entah apa yang dia miliki —yang aku tau kelebihanya hanyalah: dia orang lama— tapi semua orang (serius kata ini bukan majas hiperbola) nyaris tunduk kepadanya. Segala sesuatu harus berdasarkan ‘maunya’, semua seijin ‘nya’, segala   sesuatu entah itu berkenaan dengan departemen GA (waktu itu kita belum punya HR) atau TIDAK semua WAJIB atas sepengetahuan beliau.

Acara makan siangpun demikian, jika dia melangkah ke ruang meeting, serentak semua  (yang tidak banyak ini) akan mengekor, kalau tiba2 dia sedang malas bergerak maka beberapa ‘perempuan’ —dulu aku mengumpamakan mereka dayang-dayang— akan langsung stay disampingnya. Memanggil orang sesuka hati, bahkan berteriak sekehendak, memerintah semau gue.  Sebagai anak baru, aku sempat menjadi korban, merapihkan storeroom yang isinya document dari semua departemen diruangan kecil yang ada dibawah tangga dan pengap berdebu. Belakangan aku tau,  kerapihan tiap-tiap arsip (sebenarnya) diatur oleh dept. masing-masing. Sebagai anak baru, waktu itu aku hanya pasrah (walau dalam beberapa kesempatan aku tunjukan kepadanya aku tidak suka ini).

Tidak perlu waktu lama, tidak pula sampai bertahun-tahun untuk  aku menyadari bahwa perempuan ini ingin menunjukan kekuasaanya. Sadar tindakanya untuk SHOW UP POWER, ditambah sindiran-sindirannya, celetukan-celetukannya yang menjatuhkan, aku memilih menjadi diri sendiri. Jika dia makan diruang meeting, aku pilih menyendiri, ketika dia mengajak ‘gerombolan’ untuk duduk di loby, aku pilih ke musolah, saat dia berteriak-teriak uku balas dengan ‘pura-pura’ menelpon dengan suara keras pula. Ini awal mula ‘menantang’ ku dengan perempuan yang sampai hari dia keluar aku masih menghormatinya sebagai saudara seiman, tapi aku tidak mau larut dalam plot per’ploncoan’nya.

Ibu Manager adalah ‘tantangan’ utama dan paling berat buat Ibu GA, orang Batak pula cing.. jelas lebih galak dan sangar. Semasa mereka bersanding, terjadilah saing-bersaing dan sikut menyikut yang tersembuni tapi kami semua tau. Segan dengan jabatan ‘Manager’ Ibu GA ciut, sungkan dengan kesenioran Ibu GA si Manager masih jaga kuda-kuda.

Bullying ke-2 dimulai, ternyata (prediksiku selama ini benar) tidak lama sejak Ibu GA (akhirnya) resign.  Ibu Manager mulai menunjukan taringnya. Bentak sana, bentak sini (sedikit lebih berkelas dari pada Ibu GA yang bicara macam diterminal), atur sana atur sini, sedikit-sedikit ‘jual’ nama manajemen -Director- (akhirnya sesuai petunjuk manajemen dept GA menjadi HRD), tapi entah kenapa HRD tetap kalah gigi dengan Ibu Manager.

Moody style on, kalau lagi bête dan banyak kerjaan, siapa yang mendekat dilibas, entah apa dan bagaimana yang kami tau kemudian si Ibu manager bertambah kekuasaan (atau hanya gajikah,,) yang jelas taringnya memanjang, gaya bossy-nya meletup-letup. Seperti kuda manis keluar dari kandang si Ibu manager semakin memperluas sayap kekuasaanya dengan garang.
Semua jajarannya yang selevel ditaklukan, setiap staf yang agak-agak kurang segan dan hormat mulai digosok. Aku salah satunya, sejak semula mataku terbuka, GA dan Manager 11-12, hanya tunggu waktu (tapi tidak nyangka lebih parah). Aku termasuk yang membaca situasi dan memilih untuk tidak tunduk sama sekali. 

Aku menyebut ini “dia minta diakui eksistensinya sebagai Bos”.. dan buat aku yang sadar diri (demi Tuhan aku sangat sadar diri) cuma level staf aku merasa tidak perlu “menjilat”  beliau untuk menunjukan hormat toh sudah jelas dia Manager jer, aku cuma staf, gaji dia aja berkali-kali-kali-kali gajiku, nothing to proof at all. Aku memilih untuk ‘menjaga jarak’. Aku tidak mau membodohi diri dengan menjadi ‘pura-pura manis’ demi memberikan beliau kenyamanan yang menurut aku sebenarnya tidak penting aku berikan, toh posisisinya memang sudah di atas daun,,   Semakin dia memasang aksi kuasanya, semakin aku menjauh, aku menolak duduk disampingnya dijemputan, aku memilih tidak menyapanya dengan basa-basi (lagi) karena biasanya aku menyapa beliu, tapi seperti biasa jika mood nya lagi rusak sapaan orang bisa dibalas makian “ hallah pura-pura”, “mau ngejilat”, “munafik”, “topeng” dan sebagainya.
Lama-lama aku jenuh dan muak, so aku memang orang yang ‘jarang’ menyapa nya. Malas juga mengomentari kacamata barunya, potongan rambut barunya, stoking hitamnya, mobil barunya, jalan-jalan ke Amerikanya.

Lho kok aku tau semua, ya iyalah khan engga buta, punya telinga punya mata: karena (tadinya) sering dengan tampang bloon aku sudah datang ketempatnya dengan maksud menayakan atau sekedar menyapa, tidak jarang dapat jawaban “War, tar aja nanyanya gue lagi kesel”, “tanyanya nanti aja gue masih jet leg”, “gue lagi  engga mood”, “gue masih ini, masih itu”,,
Mungkin waktunya engga tepat?? iyalah sesekali mungkin, tapi kalau kita (terus) harus ‘membiasakan’ diri menunggu mood dia tenang. What the he** is going on here!!!
 That’s why then, aku memilih untuk menghindri beliau.

Kisah indah dengan kasus (ternyata) bullying: khan sudah ada ditulisan blog ku terdahulu…(bulan April 2011)

Bagian yang mengingatkan dengan Mata Najwa:  TERJADI PEMBIARAN MASSAL atas setiap aktifitas bullying/tunjuk kuasa/premanisme dengan mengatasnamakan kewajaran, seolah-olah it’s nothing.. It's nature,,
Toh dari yang ‘berkuasa’ kepada yang ‘tidak’ berkuasa, bagian dari ‘seni’ hidup dan tidak ada aktifitas fisik didalamnya. 

Kebanyakan orang memilih meringkuk nyaman didalam 'kerang'nya. Kita lupa: orang kecil, orang terlupakan, orang marginal, orang rendahan juga punya hati, punya rasa, punya mau!!

Ini yang aku alami. Orang lebih mengingat aku sebagai ‘pemberontak’ padahal mereka semua sadar kalau telah terjadi “pem-ploncoan” dalam kegiatan kita bekerja. Nyata ada orang-orang yang MENUNJUKAN KUASA dengan cara yang berlebihan, mereka juga merasakan kalau SIKAP dan TINDAKAN para ‘penguasa’ itu tidak benar. Tapi konsentrasi mereka lebih tertuju pada minoritas yang pembangkang, seseorang yang tidak patuh, seseorang yang merusak  “ketenangan”…

1 komentar: