11 Jan 2012

Teh dan Mie


Hari Buruh Nasional sudah lewat beberapa minggu, tapi pagi itu bus jemputan kami stuck  dijalan tol menuju kawasan industry. Isunya: karena ada  demo buruh (lagi). Tidak tanggung-tanggung kami terjebaknya, jalan yang biasa dilalui —bahkan dengan kecepatan medium— hanya dalam waktu 5-10 menit. Pagi itu sudah 2 jam lebih dan kami masih terhimpit ditengah-tengah. Antara (dekat tapi) jauh dari kawasan industry dan antara jauh (tapi dekat) dari pintu putar yang mungkin kami lalui untuk mencari jalan alternative. Jadilah perjalanan yang biasanya hanya 35 menit pagi itu menjadi lebih dari 3 jam.

Sebagai karyawan baru tidak banyak yang bisa aku lakukan, diam dalam kekesalan, hening ditengah keributan (intinya: jaim, hehe). Diperusahaan ‘baru' ini ada koordinator di tiap-tiap bus, tapi hanya 2 koordinator bus yang (cukup) kukenali karena sama-sama dari arah Jakarta. Para koordinator bus terus saling berkoordinasi dengan pihak produksi dan HRD (by handphone), dengan anggapan ini adalah force majeur  maka tidak ada tindakan yang bisa kami lakukan, kecuali menunggu. Makin siang, sedikit jalan mulai terbuka tapi perlahan-lahan, bus kami diinstruksikan untuk mencari ‘tempat nyaman’ terdekat agar semua penumpang bisa turun dan tidak jenuh.

Ditempat  ‘menunggu’  tidak lama kemudian datanglah karyawan dan orang koperasi kantor yang membawa keperluan logistic. Aku sedikit terkejut (kagum mungkin lebih tepat), beberapa kali pindah kerja, model begini belum pernah aku lihat. Rekonsiliasi antara koordinator dan HRD berhasil, kami ‘rencananya’ akan dipulangkan saja, tapi mendadak telepon lain berbunyi..”jadwal produksi tidak bisa terlalu mulur sesuai SOP”, minimal 1 shift harus ada yang masuk. Dengan sangat berat hati kami  harus melanjutkan arah menuju pabrik, walau jam kerja sudah  lewat 3-jam.

So for myself, I’ve got nothing to lose at all. Pulang senang, kerja pun tak apa karena masih banyak hal yang harus aku pelajari (waktu itu aku masih dalam masa percobaan). Lagipula alasan-alasan yang diajukan memang  masuk akal,  atau mungkin juga karena lama juga aku bekerja di perusahaan Jepang, maka aku sangat paham dengan makna production schedule.

Akhirnya, sampai juga kami dikantor siang itu, dengan memo: silahkan ambil makanan dan minuman secukupnya dikoperasi dengan gratis. Waw!! aku masih bengong disini. Meskipun  kemudian yang terjadi  adalah logistic ke-2 dibagikan di jalan masuk (mungkin- karena khawatir persediaan Koperasi tidak cukup untuk ratusan karyawan itu), tetap ada pembagian fooding karena ‘keterlantaran’ kami tadi diperjalanan. Hitungan sombong sebagai manusia, memang yang dibagikan hanyalah makanan ‘pengganjal’ dan minumah kemasan  yang harganya tidak seberapa. Tapi secara Pribadi aku tetap exiting dengan excuse ‘nya.

Menyenangkan sekali melihat bagaimana “sepantasnya manusia diperlakukan”, karena didalam jemputan itu ada golongan staf, worker  dan buruh. Dan kami semua diperhatikan.  Some how,  some way aku menerima ini sebagai tindakan “memanusiakan orang”.  Ini bukan masalah harga mie dan minuman yang kalau dirupiahkan (memang)  tidak lebih besar dari uang jajan anak-anak,  tapi tindakan memanusiakan ini ku ingat sebagai pengalaman “gara-gara demo buruh”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar