Hari Buruh Nasional sudah
lewat beberapa minggu, tapi pagi itu bus jemputan kami stuck dijalan tol menuju
kawasan industry. Isunya: karena ada demo
buruh (lagi). Tidak tanggung-tanggung kami terjebaknya, jalan yang biasa
dilalui —bahkan dengan kecepatan medium— hanya dalam waktu 5-10 menit. Pagi itu
sudah 2 jam lebih dan kami masih terhimpit ditengah-tengah. Antara (dekat tapi)
jauh dari kawasan industry dan antara jauh (tapi dekat) dari pintu putar yang
mungkin kami lalui untuk mencari jalan alternative. Jadilah perjalanan yang
biasanya hanya 35 menit pagi itu menjadi lebih dari 3 jam.
Sebagai karyawan baru tidak
banyak yang bisa aku lakukan, diam dalam kekesalan, hening ditengah keributan (intinya:
jaim, hehe). Diperusahaan ‘baru' ini
ada koordinator di tiap-tiap bus, tapi hanya 2 koordinator bus yang (cukup) kukenali
karena sama-sama dari arah Jakarta. Para koordinator bus terus saling
berkoordinasi dengan pihak produksi dan HRD (by handphone), dengan anggapan ini adalah force majeur maka tidak ada
tindakan yang bisa kami lakukan, kecuali menunggu. Makin siang, sedikit jalan mulai
terbuka tapi perlahan-lahan, bus kami diinstruksikan untuk mencari ‘tempat
nyaman’ terdekat agar semua penumpang bisa turun dan tidak jenuh.
Ditempat ‘menunggu’ tidak lama kemudian datanglah karyawan dan
orang koperasi kantor yang membawa keperluan logistic. Aku sedikit terkejut
(kagum mungkin lebih tepat), beberapa kali pindah kerja, model begini belum
pernah aku lihat. Rekonsiliasi antara koordinator dan HRD berhasil, kami
‘rencananya’ akan dipulangkan saja, tapi mendadak telepon lain
berbunyi..”jadwal produksi tidak bisa terlalu mulur sesuai SOP”, minimal 1
shift harus ada yang masuk. Dengan sangat berat hati kami harus melanjutkan arah menuju pabrik, walau
jam kerja sudah lewat 3-jam.
So
for myself, I’ve got nothing to lose at all. Pulang senang,
kerja pun tak apa karena masih banyak hal yang harus aku pelajari (waktu itu
aku masih dalam masa percobaan). Lagipula alasan-alasan yang diajukan memang masuk akal, atau mungkin juga karena lama juga aku bekerja
di perusahaan Jepang, maka aku sangat paham dengan makna production schedule.
Akhirnya, sampai juga
kami dikantor siang itu, dengan memo: silahkan ambil makanan dan minuman
secukupnya dikoperasi dengan gratis.
Waw!! aku masih bengong disini. Meskipun kemudian yang terjadi adalah logistic ke-2 dibagikan di jalan masuk
(mungkin- karena khawatir persediaan Koperasi tidak cukup untuk ratusan
karyawan itu), tetap ada pembagian fooding
karena ‘keterlantaran’ kami tadi diperjalanan. Hitungan sombong sebagai manusia,
memang yang dibagikan hanyalah makanan ‘pengganjal’ dan minumah kemasan yang harganya tidak seberapa. Tapi secara Pribadi
aku tetap exiting dengan excuse ‘nya.
Menyenangkan sekali melihat
bagaimana “sepantasnya manusia diperlakukan”, karena didalam jemputan itu ada
golongan staf, worker dan buruh. Dan kami semua diperhatikan. Some how,
some way aku menerima ini sebagai tindakan
“memanusiakan orang”. Ini bukan masalah
harga mie dan minuman yang kalau dirupiahkan (memang) tidak lebih besar dari uang jajan anak-anak, tapi tindakan memanusiakan ini ku ingat
sebagai pengalaman “gara-gara demo buruh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar