3 Jan 2012

Me and Sex and the Siti(h)


Tulisan ini terinspirasi setelah aku membaca salah satu blog penulis yang paling diminati di Indonesia, namanya ada dari 10 daftar blogger paling laris. Blog-nya menuliskan  kisah pertemanan para pemain film Sex and the city  yang keakraban persahabatanya  terlihat begitu dalam. Bener gak sih ada yang begitu ??
 Bahkan setelah jarak dan status berubah dalam kehidupan mereka,  pertemanan ke 4 wanita cantik ini masih saja mulus dan lancar, semulus wajah-wajah mereka dilayar bioskop, hehehe. Mereka masih saja menyisakan waktu yang sedikit itu diantara urusan keluarga dan problematikanya,  pekerjaan dan target-targetnya untuk bertemu, berbagi dan pastinya memperlihatkan temuan-temuan baru mereka baik dalam ide maupun fesyen.
 
Ini yang kemudian aku ingin komentari:  it’s just a movie.

Karena didunia yang aku tinggali ini, kamu akan segera diabaikan! they will just ignore you when you stepped out from the community. For a moment, okelah akan seperti pertemanan yang tiada akhir tapi kemudian entah bagaimana dan kenapa it wil out of memory dan mulailah saling menunggu (lu sih gak sms gue, lu engga bilang, lu engga..lu engga) then,,, blame each other and this for absolute.

Sedikit  menilik kisah diatas berbanding nasibku baru saja. Bagus cuma diabaikan, aku malah yang dimusihi (ada yang bilang siy begitu…) dengan alasan: karena pernah tanpa tedeng aling-aling aku membuat tulisan yang mengambarkan teman-teman –yang tidak banyak ini- dalam sebuah blog. Hehehe, 

Isinya adalah deskripsi soal mereka dalam kacamata jujur aku  dan isinya juga fair kok, ada hal buruk juga baik -yups ada baiknya lah, masak berteman cuma ingat buruknya aja-,,, #relative lah#.  Ispirasinya adalah Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi yang dengan enaknya  menuliskan bagaimana karakteristik ke-10 anak pedalaman itu dalam bahasa yang lugas, langsung dimengerti dan dikenali, la wong pake nama toh…

Ternyata (masih kata teman ini) mereka sangat marah dan kecewa, bahkan menolak aku secara Pribadi, karena aku telah “menuliskan  dengan keterbukaan yang terlalu tajam” bahkan e-mail soal toleransi yang sering aku kirimkan –kata si teman lagi- kepada teman-teman yang lain  ternyata telah membuat mereka gerah … hmmmm.

Pikirku sih tadinya: khan setiap orang punya kacamata yang tidak bisa disamakan dan semua kacamata pasti punya pandangan untuk dilihat hanya saja sebagian ada yang  lebih suka menyimpan kacamatanya dengan diam-diam dan yang lain dibuka. Dan yang paling penting,, dan alasan kenapa aku belum “sadar juga” mereka tidak pernah bilang apa-apa, bersikappun normal, tidak terlihat ada ‘penolakan’… omong kosong kalau mereka mendadak menilai “aku tidak terima komplen”, untuk ukuran orang setegas aku, siapapun bebas menilai dan mengomentari  sikapku, baik secara langsung maupun pemberitahuan tertulis. Dan ini sudah sering terjadi.


Yeah, aku tidak bilang aku tidak salah sih… mengaku salah, mungkin nilai toleransi beberapa orang beda, pengambaran tiap orang akan dirinya selalu melebihi kejujuran orang lain tapi kok tragis banget ya nasib ku.. DITOLAK, diharap agar TIDAK DATANG diacara XXXXX dan beberapa acara lain yang biasa kami bertemu,  si temen sih bilangnya  “mereka yang bilang”. 

Siapa  “mereka”,, aku pilih pura-pura tidak tau. Walau sempat  engga yakin juga setelah pertemanan yang -menurut aku-  sih gak kalah  daleem sama kisah pertemanan  Sex and the city itu,,, tanpa peringatan tanpa sindiran tanpa nasihat tanpa  teguran,, I am not allow to follow this community for more.. but  si teman ini engga pernah bohong kok?? Hope so,, hehehe

What can I say, blog udah kutulis (awalnya –sumpah- tidak ada niat untuk dibaca publik) tapi  udah terbaca (oleh tokoh yang aku jelek-jelekan, istilah teman begitu..) lalu keluarlah UU (karena sakit hati massal)..  I must stay away from them…*herder kali gue, hahaha* permintaan maaf ku di 2x lebaran sudah tidak mempan, semua tawaran pertemanan  juga sudah tidak berguna lagi,, so here I am,, facing reality, menahan sejuta tanya yang tidak tau akan dikirimkan kemana dan kepada siapa. Blog kutulis di awal 2009, aku resign 2010 dan aku baru tau “dosa” ini diakhir tahun 2011,,, hhmmm…

Setelah baca blog si Mba- yang menurut aku bagus-, kok kemudian aku seperti dibangunkan dari tidur ya. Aku mendapat pencerahan yang terang benderang. Aku saja yang selalu berlebihan, berharap semua hal terus berjalan seperti dulu ketika aku memulai dengan para teman-teman yang priceless ini, berharap diusia –yang tidak muda ini- tetap menikmati persahabatan seperti masa SMA, menghayalkan persahabatan seperti dikebanyakan sinetron-sinetron (jahat bersama, baik juga berjamaah, yaela).. karna kenyataan membuktikan, sedekat apapun persahabatan ketika status berganti, misal dari belum menikah ke menikah pasti akan ada jarak yang tercipta, pindah sekolah, naik kelas, ganti komunitas, pindah daerah,sampai pindah rumah. 

Dan aku sudah pindah kerja pula, sebenarnya tanpa alasan “blog yang –katanya- menyakiti hati itupun I will ignore sooner or later. So apa yang kelihatan di Sex and the city ya Cuma sedikit dari “mukzizat” yang diciptakan manusia *mencontek nasihat “tuhan” pada Bruce yang bermimpi menjadi “almighty”.

All I need to do now is change my paradigm up to 180°, aku menanggapi pertemanan dengan semua orang seperti anak SD, when you close it’s must be real close, when you share it’s must be a real share, friendship will never die, friends are everything,, it’s too much actually karna dalam tiap fase (belajar dari blog si Mba  yang nulis gini:  Aku yakin, seiring usia kita yang bertambah, seiring pendidikan yang kita serap, juga seiring jenis ‘community’ dimana kita bergaul, maka ‘definisi’ teman atau sahabat yang kumiliki pun berubah dari tiap level kehidupan (misal: kanak-kanak (SD), remaja (SMP-SMA), awal dewasa (kuliah), dan setelah itu.) Maka jika ditanya, “what kinda ‘friends’ have you got so far so that you ‘label’ them friends?” tentu tidaklah mudah aku menjawabnya. But mungkin ada satu hal yang mungkin semua orang akan setuju untuk kriteria ‘teman’: “nyambung ketika ngobrol” tentang apa saja)

Then my fault is nyambung gak nyambung, walau aku tau mereka –sering- maksa (since I was so berisik person dan beberapa dari mereka so quite) I always  put them as friend in my heart. Dan ketika “pertemanan” tidak seperti yang aku definisikan, I just felt hurt.  But now I got it beibe,, teman kerja dan sahabat memiliki definisi yang berbeda, paradigm pertemanan kala masa SMA dan SMP juga beda, karna dimasa itu kita melihat hidup sama-sama dari kacamata tulus dan pertemanan semata, dan diusia matang dunia bekerja kita sama-sama sudah punya kacamata kehidupan yang lebih nyata maka nilai pertemanan itu ‘memang sudah sepantasnya’ memiliki degree-nya sendiri. And my second fault is : I don’t have degree, semua pake bahasa hati,, hmmm lebaydotkom.

Hatiku jadi jauh lebih legowo dengan ‘penolakan teman-teman’ itu sekarang, gak ada yang salah dengan mereka, semua hanya masalah waktu dan kejujuran hati. Dan senang aku sudah mendapat jawabanya lebih cepat dari yang aku duga,,Avoid people who make you feel insecure to be yourself.” (kutipan Mba Nana yang –katanya- beliau juga mengutip-nya, hehehe). At list I proud of my self, I show them only the REAL ME, tidak pernah ada kemunafikan apalagi ‘keterpaksaan’ dan ‘kepura-puraan’…

Mengutip lagi sebuat quote (nemunya di bbm jadi gak yakin sumbernya, hahaha..)
Don’t Trush Too Much, Don’t Love Too Much, Don’t Hope Too Much Because That Too Much Can Hurt You So Much,, 
 
Diakhir aku ingin berkomentar: Thanks Mba Nana, your blog inspired me a lot… (padahal doi gak kenal gue juga sih, cuma iseng-iseng pengen baca blog terkenal dan nemu deh tulisannya, hahaha..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar